BANDUNG, PRINDONESIA.CO – Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Bandung menjadi sorotan usai diketahui membatalkan kelulusan dan menarik ijazah dari 233 orang alumni periode kelulusan 2018-2023. Sebagian dari alumni yang terdampak keputusan itu pun bertanya-tanya mengenai nasib ke depannya, mengingat  sebagian dari mereka ada yang sudah diterima bekerja.

Menyusul ramainya sorotan, Ketua STIKOM Bandung Dedy Djamaluddin Malik pun segera buka suara. Ia menjelaskan, penarikan ijazah dan pembatalan kelulusan dilakukan setelah tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) menemukan adanya pelanggaran prosedur akademik dalam pemberian nilai dan proses penentuan kelulusan mahasiswa. "Misalnya nilai akademik serta syarat minimal SKS yang berbeda antara milik STIKOM Bandung dan Pangkalan Data Dikti," ungkap Dedy dikutip dari Kompas.com, Selasa (14/1/2025).

Salah satu permasalahan utama yang diidentifikasi pihak STIKOM Bandung adalah tidak adanya Penomoran Ijazah Nasional (PIN) dari kementerian terkait pada ijazah mahasiswa periode tersebut. Selain itu, lanjut Dedy, diketahui juga kalau tes plagiasi belum dilakukan terhadap tugas akhir mahasiswa yang diluluskan.

Tanggapan LLDikti

Seiring perkembangan kasus, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) pun ikut memberikan respons. Kepala LLDikti Wilayah IV Jawa Barat-Banten M Samsuri dalam keterangannya, Kamis (15/1/2025), menegaskan, sanksi administrasi akan diberlakukan hingga masalah tersebut diselesaikan.

Dalam hal ini, pihak STIKOM Bandung diminta untuk memperbaiki catatan akademik dan mengurus penomoran ijazah yang hilang agar sanksi dicabut. "Ketika terjadi sanksi administrasi berupa penghentian pembinaan itu, perguruan tinggi harus menyelesaikan (temuan). Kemudian, ketika itu sudah diselesaikan berarti sanksi administrasinya dicabut dan baru boleh meluluskan," terangnya.

Dengan adanya keputusan pembatalan kelulusan dan penarikan ijazah, Dedy menegaskan, alumni STIKOM Bandung yang terdampak tidak harus mengulang perkuliahan dari semester awal, melainkan hanya perlu melengkapi perkuliahan (SKS), nilai, atau administrasi yang kurang. "Bukan permanen dari semester satu lagi perkuliahannya. Tapi melengkapi yang kurang dan lain sebagainya," pungkasnya. (RHO)