Besarnya peluang industri tv kabel membuat aroma persaingan tak terelakkan, bahkan mengarah tidak sehat karena adanya perang harga yang merusak pasar.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Tak ingin tenggelam ke dalam pusaran persaingan tak sehat, First Media memilih fokus pada komitmen awal: berinovasi diiringi upaya membangun reputasi sebagai operator TV kabel dan broadband terkemuka di tanah air.
Siang itu, bertempat di salah satu kafe di Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2017), perusahaan yang sudah beroperasi selama 21 tahun tersebut mengumumkan kolaborasi over the top (OTT) dengan HOOQ, layanan video on demand yang saat ini diklaim terbesar se-Asia Tenggara. Kolaborasi tersebut sekaligus menyempurnakan kerja sama First Media sebelumnya dengan BOLT, pelopor layanan 4G LTE.
Dengan begitu, mereka dapat mencapai misinya memberikan pengalaman hiburan terbaik dan berkualitas kepada pelanggan. Mulai dari video streaming, mengunduh film lokal, blockbuster internasional hingga serial televisi yang bisa dinikmati di mana dan kapan saja. "Kami hadir menawarkan one stop shopping and services di pasar ini. Tepatnya, memberikan banyak layanan dan menghemat lebih banyak," ujar Meena Kumari Adnani sebagai Executive Vice President (EVP) of Content Development and Business Affairs First Media Tbk di hadapan pewarta.
Faktanya, menurut CMO First Media Liryawati, bukan perkara mudah mengomunikasikan keunggulan dan membangun reputasi perusahaan di tengah sengitnya persaingan. Meski, terobosan dan inovasi terus dilakukan secara masif untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. "Ada hal yang melatarbelakangi," katanya kepada PR INDONESIA.
Edukasi
Data Media Partners Asia menunjukkan penetrasi fixed broadband di Asia Tenggara tahun 2016 mencapai 9,1%. Presentase ini diperkirakan mencapai 10,7% pada akhir 2017. Sementara penetrasi broadband nirkabel (internet home broadband) mencapai 34% pada tahun 2016, dan diperkirakan menyentuh angka 41% di akhir 2017.
Namun di Indonesia, penetrasi di kedua industri tersebut masih jauh dibawah penetrasi yang umumnya terjadi di Asia Tenggara. Penetrasi internet home broadband di negeri ini, misalnya, baru mencapai 7,7% dari rata-rata 34% di Asia Tenggara.
Padahal, Indonesia adalah negara terpadat keempat di dunia dengan penduduk berjumlah 263 juta orang dan sekitar 42 persen di antaranya berusia di bawah 24 tahun. Usia yang notabene adalah target pengguna tv nirkabel paling potensial. Tantangan lainnya, kecepatan penggunaan internet home broadband di Indonesia masih rendah, rata-rata 11 13 mbps. Bandingkan dengan Hong Kong yang tiap konsumen sudah menggunakan 1 Gbps.
Jadi, Liryawati menyimpulkan, secara peluang memang besar. Sebab, masih banyak potensi pertumbuhan bagi pemain broadband maupun OTT. Namun, tak akan tercapai tanpa disertai edukasi. "Edukasi agar masyarakat mau mengubah kebiasaan dan mampu beradaptasi dengan era baru yang cepat berubah—era digital—menjadi tugas semua operator internet dan tv kabel," ujarnya.
Saat ini, imbuhnya, aktivasi event dianggap masih menjadi salah satu momentum yang tepat untuk mengedukasi dan membangun engagement dengan publik. Selain, memanfaatkan kanal-kanal komunikasi baik melalui media konvensional seperti konferensi pers maupun media sosial. (yko/rtn)