Meski tak berlatar belakang dunia kehumasan, perempuan berdarah Batak ini adalah sosok pembelajar yang cepat.
Ani Natalia Pinem - Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Pajak
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - PR INDONESIA menemui Ani di ruangannya di lantai 16, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Selasa pagi, April lalu. Di sela-sela kesibukan memberikan briefing kepada salah satu stafnya, ia berkata, “Duduk dulu, ya, Sayang,” kata perempuan berambut sebahu itu, ramah.
Karakter people person, tipikal insan PR, menjalar ke seluruh tubuh ketika Ani memeluk hangat PR INDONESIA. Ditemani secangkir kopi hangat dan pisang bakar, ia lantas bercerita tentang karier dan dinamikanya sebagai PR di DJP. “My additional background actually has nothing to do with PR,” kata lulusan STAN Jurusan Pajak ini membuka obrolan.
Perkenalannya dengan PR bermula saat ia kembali ke tanah air usai merampungkan kuliah S2 di Yokohama, Jepang. Saat itu, ia ditempatkan di Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas (P2Humas) DJP tahun 2007, unit yang kala itu baru terbentuk. Setelah mengikuti studi banding dan kelas interstudi PR selama tiga bulan, Ani bak menemukan tambatan hati. PR adalah panggilan jiwa. Kariernya lantas melesat. Tahun 2013, perempuan kelahiran Medan, 25 Desember 1974 itu dipromosikan sebagai Kabid P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat. Belum genap dua tahun, ia diminta kembali ke kantor pusat untuk menjadi Kasubdit Humas DJP, hingga saat ini.
Perjalanan kariernya mengingatkan Ani kepada sosok Kartini. Menurut dia, perempuan Indonesia beruntung memiliki Kartini. “Perjuangannya menyadarkan kita bahwa perempuan merupakan sumber daya manusia yang tidak bisa diremehkan, ”ujar Ani yang pagi itu mengenakan batik senada dengan warna rambutnya, cokelat keemasan.
Aktivitasnya tentu tidak akan berjalan lancar tanpa restu dari keluarga tercinta. Milo Stephen Winn, suaminya yang merupakan warga Amerika Serikat, merupakan suami berwatak rasional. Dia memberi dukungan luar biasa karena menurutnya pekerjaan yang dilakoni sang istri sebagai PR sangat cocok dengan kepribadiannya.
Kepada anak-anaknya, Ani berpesan untuk berdoa tiap kali mereka merindukannya. Terkecuali untuk si bungsu yang masih berusia lima tahun. Ia pernah mengambil cuti selama tiga hari untuk memenuhi keinginan anaknya merasakan pengalaman diantar dan dijemput oleh sang ibu ke sekolah.
Langsung Ditempa
Kesungguhannya sebagai insan PR diuji. Mulai dari musibah kebakaran di gedung DJP, Dirjen Pajak mengundurkan diri, petugas juru sita DJP tewas saat menunaikan tugas, hingga yang tak kalah fenomenal, Amnesti Pajak. Kondisi ini menuntut Ani menjadi pembelajar cepat. Ia pun membangun komunikasi yang tak berjarak.
Untuk memaksimalkan kerja humas, perempuan yang akrab disapa Kakak ini tak hanya mengandalkan 25 orang timnya. Tapi juga merangkul P2Humas yang tersebar di 33 kanwil DJP dan 256 pegawai pajak seluruh Indonesia. Yang terakhir itu adalah buzzer, mereka memiliki kewenangan memegang akun media sosial kantor pajak. Ini merupakan upaya DJP membuka sebanyak-banyaknya saluran komunikasi. Alasannya, 50 persen pegawai DJP berusia di bawah 40 tahun. Mereka merupakan pengguna aktif media sosial dan cerminan cara masyarakat masa kini berinteraksi.
Ia juga merangkul komunitas para pegawai DJP yang aktif sebagai blogger. Dari merekalah cerita positif tentang tax amnesty dan produk pajak di dunia maya bertebaran. Hubungan dengan media pun dipererat, dengan rutin mengedukasi pajak kepada wartawan melalui forum ngobras. Sementara untuk memperluas jejaring, Ani tak segan masuk ke komunitas sosialita dan perkawinan campuran. Anggota mereka umumnya istri dari pengusaha.
Ani berkesimpulan, PR is the art of relationships. Karena itu, ia selalu mempersembahkan seluruh hatinya tiap kali membangun relasi. Melihat pesatnya perkembangan teknologi informasi, ia mengajak seluruh insan PR, khususnya government PR (GPR), untuk beradaptasi. “Kalau tidak begitu, kita akan ketinggalan. Reputasi pemerintah terus buruk dan menjadi bulan-bulanan,” ujar pengagum Magdalena Wenas yang hobi menyanyi ini. rtn