Perlu ‘racikan’ khusus bagi praktisi PR dalam menghadapi era disruptif. Era ketika semua orang terhubung dengan orang lain dengan begitu cepat dan pintar mengetahui kebenaran yang tidak berasal hanya pada satu sumber.
Melihat kondisi itu, PR INDONESIA kembali ‘memanggil’ seluruh praktisi PR untuk mengikuti workshop PR INDONESIA Outlook 2017 “How to Win Corporate Credibility & Trust in Disruptive Era”. Kali ini, workshop berlangsung di Negeri Laskar Pelangi, Belitung, 8 - 10 Desember 2016.
Pada sesi “How to Win Corporate Credibility & Trust in Disruptive Era Through Strategic PR Approach”, hadir tiga pembicara. Mereka adalah Tenaga Humas Pemerintah (THP) Kementerian Pertanian Djayawarman Alamprabu, Head of Corporate Communication PT Bio Farma (Persero) Nurlaela Arief, dan Presiden Direktur Prominent PR Ika Sastrosoebroto, mengajak peserta untuk melihat best practice baik dari pemerintah maupun korporasi dalam menyikapi era baru, era disruptif, serta berstrategi menghadapinya.
Bertransformasi
Pemerintah di era kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo terbilang tanggap menyikapi perubahan ini. Terbukti, dengan adanya tenaga humas pemerintah sebagai langkah percepatan. Namun, menurut Prabu, sapaan akrab Djawarman Alamprabu, tantangan terberat justru datang dari persepsi publik yang terbangun selama ini terhadap pemerintah. "Masyarakat kurang antusias merespons, media menganggap nilai beritanya kurang 'seksi'," imbuh pria yang didapuk sebagai THP itu
Di tengah tantangan itu, ia masih melihat celah untuk mengambil perhatian publik. Salah satunya, melalui Vlog (video blog). Ini dikarenakan, masyarakat tertarik menonton video bukan karena konten tapi komentarnya. Apalagi, humas pemerintah dari kementerian, lembaga, sampai pemda yang tersebar di seluruh indonesia merupakan potensi luar biasa. “Sekali menebar narasi tunggal, impresinya bisa mencapai lebih 4,5 juta dari instant tweets, share, like, hingga comment," ujarnya.
Sementara Bio Farma menghadapi era disruptif dengan positif. “Selain menyikapi era disruptif dari faktor eksternal, kami juga mendisrupsi diri sendiri dengan bertansformasi dari produsen vaksin menjadi perusahaan berbasis life science,” kata Lala, sapaan akrab Nurlaela Arief. Sementara untuk memenangkan kredibilitas dan kepercayaan di era disruptif dari faktor eksternal, Bio Farma memilih mengangkat program CSR-nya yang berkelanjutan dan sejalan dengan strategi perusahaan dengan kemasan menarik dan pesan yang kuat.
Ika lantas mengajak praktisi PR untuk berubah bukan lagi hanya berperan untuk membangun kesadaran, lebih dari itu, membangun aktivasi dan menciptakan loyalitas. "Kita harus berpikir berbeda," katanya yang siang itu mengangkat tema “Pendekatan Strategik PR dalam mengelola Kredibilitas dan Trust Korporasi/Organisasi di Era Disruptif”. Ia melanjutkan, “Kuncinya adalah keseimbangan. Keseimbangan antara above the line dengan below the line, media sosial dengan one-on-one, dan PR dengan konferensi pers.”
Salah satu dampak pertama yang dirasakan perusahaan adalah penjualan menurun. Meski peran antara sales dan PR tampak tidak saling berkaitan, namun PR dapat berkontribusi. Untuk itu, ia mengimbau agar keduanya berkolaborasi. "Kalau sales advertising tentang how to sell. PR menitikberatkan pada how to tell—merangkul semua orang yang bisa bicara baik tentang kita," pungkasnya. rtn