Akademisi Beri Catatan Penting bagi Komunikasi Publik Presiden Prabowo
PRINDONESIA.CO | Jumat, 21/02/2025
Akademisi Beri Catatan Penting bagi Komunikasi Publik Presiden Prabowo
Presiden RI sekaligus Ketum Gerindra Prabowo Subianto
Dok YouTube GerindraTV

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sejak dilantik pada Oktober 2024, gaya komunikasi Presiden Prabowo Subianto kerap menjadi sorotan. Dibandingkan dengan kandidat lain dalam Pilpres 2024, pasangan Prabowo-Gibran terbilang minim menggelar diskusi publik dengan konstituen. Hal ini, kata dosen Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta Rizkiya Ayu Maulida dalam tulisannya di laman The Conversation, Rabu (19/2/2025) memunculkan tanda tanya di masyarakat mengenai bagaimana strategi komunikasi yang akan diterapkan pemerintahannya.

Minimnya komunikasi dua arah semakin terlihat pada empat bulan pertama kepemimpinannya, seperti dalam polemik kelangkaan gas elpiji beberapa waktu lalu. Setelah isu tersebut ramai di media sosial, Prabowo menginstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk kembali mengizinkan penjualan di pengecer. Padahal, keputusan awal untuk menghentikan distribusi gas elpiji di pengecer tentu tidak lepas dari arahan presiden. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai koordinasi dan transparansi dalam pengambilan kebijakan.

Hal serupa terjadi pula dalam kebijakan pemangkasan anggaran negara. Awalnya, pemerintah mengumumkan bahwa dana efisiensi tersebut akan dialokasikan untuk program sosial, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan bantuan sosial lainnya. Namun, kemudian Prabowo tiba-tiba menyebutkan bahwa dana tersebut akan dimasukkan ke Danantara. “Prabowo cenderung tertutup pada publik. Banyak hal yang tidak dibuka secara transparan,” tulis Ayu.

Gaya Komunikasi yang Resistensi terhadap Kritik

Dalam 100 hari lebih pemerintahannya, Prabowo juga mulai menunjukkan resistensi terhadap kritik lewat gaya komunikasinya. Seperti dapat dilihat dari pernyataannya dalam perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra, saat itu Prabowo melontarkan kata "ndasmu" dengan ekspresi mengejek sebagai respons terhadap kritik publik mengenai program MBG dan susunan kabinet gendutnya.

Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo pun menilai pernyataan Prabowo tersebut mencerminkan sikap yang cenderung resisten terhadap kritik. “Jika kritik dianggap sebatas guyonan atau candaan belaka, maka pemerintah tidak akan berusaha mendengarkan, apalagi memproses kritik itu sebagai bagian integral dari pemerintahan dan demokratisasi,” ucapnya, dikutip dari HUMAS INDONESIA, Selasa (18/2/2025).

Pengamat politik itu juga berpendapat bahwa sikap menolak atau mengabaikan kritik, seperti ditunjukkan Prabowo, dapat menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sering dikritik oleh akademisi, tetapi tetap dijalankan semata demi menunaikan janji kampanye. Kunto pun menekankan, jika satu pihak—terutama yang berkuasa—sudah bersikap mutlak dengan kata "pokoknya," maka seluruh saluran komunikasi berisiko terhambat.

Dalam konteks komunikasi publik Prabowo sejauh ini, Ayu melanjutkan, peran government public relations (GPR) atau humas pemerintah menjadi krusial. Menurutnya, Prabowo perlu memanfaatkan GPR dengan baik guna menciptakan reputasi dan kepercayaan. Selaras, GPR juga harus mampu menjadi jembatan aspirasi masyarakat kepada pembuat kebijakan. “Kegiatan komunikasi publik yang dilakukan pemerintah harus dapat menciptakan hubungan dialogis atau dua arah,” tandasnya. (RHO)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI