Menghadapi blunder komunikasi seperti dalam kasus terbaru Miftah memerlukan strategi guna meminimalkan dampak negatif dan memulihkan kepercayaan publik.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Nama Miftah Maulana Habiburrahman kembali menjadi perbincangan di jagat maya. Sayangnya, bukan karena prestasinya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, melainkan karena ucapannya dalam sebuah acara pengajian, yang dinilai mengolok-olok seorang pedagang es teh.
Publik pun memberikan reaksi beragam atas ucapan yang dilontarkan Miftah pada 20 November lalu itu. Sebagian merasa tak heran karena sang mubalig pernah beberapa kali melakukan hal serupa, sebagian justru mendesak pria yang populer karena kebiasannya berdakwah di lokalisasi dan kafe-kafe itu untuk mundur dari bangku utusan khusus presiden.
Menghadapi blunder komunikasi seperti dalam kasus terbaru Miftah memerlukan strategi guna meminimalkan dampak negatif dan memulihkan kepercayaan publik. Sebagaimana dijelaskan Wakil Rektor Lone Star College Kyle Scott dalam artikel di Forbes pada 26 April 2021, setidaknya terdapat empat langkah yang perlu dipastikan untuk mengatasi blunder komunikasi.
Kasus ini mengingatkan kembali betapa pentingnya menjaga sensitivitas komunikasi, terutama bagi tokoh publik. Blunder seperti yang kerap dilakukan Miftah, menjadi pengingat bagi praktisi public relations sebagai corong komunikasi organisasi, agar memperhatikan betul pemilihan setiap kata agar tidak disalahartikan oleh publik. (RHO)