Untuk dapat mengoptimalkan peluang peran baru di dunia kecerdasan buatan ini, kata konsultan AI Jennifer Jones-Mitchell, penting bagi praktisi PR untuk meningkatkan keterampilannya dalam generatif AI. Apa saja peran tersebut?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sejalan dengan pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), kekhawatiran banyak orang akan tergantikannya peran manusia pun menguat. Namun, dalam konteks public relations (PR), kata konsultan AI Jennifer Jones-Mitchell, para praktisi PR tidak perlu khawatir. Sebab, perkembangan kecerdasan buatan nyatanya turut membuka peluang kerja baru.
Selaras, tegas Jennifer, penting bagi praktisi PR kiwari untuk meningkatkan keterampilan dalam generatif AI, agar dapat memaksimalkan peluang kerja baru tersebut. Dilansir dari PR Daily, berikut tiga di antaranya.
1. Pelatih AI
Jennifer menjelaskan, peran ini mencakup dua bidang yakni melatih orang untuk menggunakan AI secara etis dan efektif, serta melatih AI itu sendiri agar ia dapat berkomunikasi efektif layaknya manusia. Adapun untuk peran ini, lanjut Jennifer, syarat yang harus dipenuhi praktisi PR adalah pemahaman akan penyusunan data pelatihan, mencakup pesan merek, penawaran, persona hingga kebutuhan pelanggan.
2. Prompt Engineer
Mengingat perintah (prompting) yang semakin kompleks dapat memastikan AI memberikan hasil yang relevan, maka peran satu ini pun dinilai menjadi kian penting. Dalam hal ini, praktisi PR perlu memahami betul cara berbicara dengan AI, untuk dapat memfasilitasi kebutuhan prompt lintas industri. “Agensi PR seharusnya sudah memiliki promp engineer di 2025, sekaligus untuk memastikan penggunaan AI yang etis dan efektif,” ujar Jennifer.
3. Manajer Input/Output
Peran satu ini berada satu tingkat lebih tinggi dari prompt engineer dan bersifat lebih strategis. Tugasnya adalah mengawasi informasi yang dimasukkan tim ke dalam AI, dan kualitas hasil yang dikeluarkan. Jennifer menilai penting peran ini, karena dapat memfasilitasi fokus terhadap masalah privasi data, hak cipta, dan lain sebagainya, lewat audit menyeluruh terhadap suatu konten. Adapun syarat utama mengisi peran ini, katanya, adalah kemampuan menerjemahkan kebutuhan bisnis menjadi spesifikasi teknis.
Secara keseluruhan, kata Jennifer, AI tidak hanya mengubah cara manusia bekerja. Lebih jauh, turut mengubah pekerjaan yang biasa manusia lakukan. Dalam konteks ini, AI membuka peluang bagi praktisi PR untuk mengotomatisasi tugas-tugas umum, mengisi kesenjangan keterampilan, mendorong personalisasi dalam skala besar, dan meningkatkan keterlibatan audiens.
Demikian informasi mengenai tiga peluang kerja baru yang bisa dijajal praktisi PR kiwari dalam kaitannya dengan perkembangan AI. Semoga informasi ini bermanfaat, ya! (lth)