Asti Putri, Co-Founder sekaligus Director ID COMM mengatakan, PR harus bertanggung jawab memanfaatkannya data pribadi. Apa saja data pribadi yang harus dikelola?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Di era digital, peran public relations (PR) semakin krusial dalam membangun dan memelihara citra positif organisasi. Adapun salah satu aspek penting dalam upaya tersebut adalah pemanfaatan data pribadi untuk memahami audiens dengan lebih baik, agar komunikasi yang dijalankan bisa lebih tepat sasaran.
Secara praktis, praktisi PR kiwari dalam kesehariannya dituntut berkutat dengan berbagai jenis data. Tidak hanya data audiens, melainkan juga data jurnalis, key opinion leader (KOL), karyawan, hingga mitra kerja. Adapun data-data yang digeluti tersebut biasanya mencakup informasi spesifik seperti tanggal lahir hingga preferensi individu.
Oleh karena itu, menurut co-founder sekaligus Direktur ID COMM Asti Putri, praktisi PR hari ini memiliki tanggung jawab lebih dalam pemanfaatan data pribadi untuk tujuan besar organisasi.
Hal tersebut ia tekankan karena kesadaran akan privasi data di tanah air masih rendah, dibuktikan dengan maraknya penyebaran informasi pribadi secara tidak sengaja. "Dengan sekian banyak data yang kami tangani, PR harus bertanggung jawab memanfaatkannya sesuai dengan tujuan yang diinginkan," ujarnya dalam acara Sharing Session ID COMM bertajuk “Dunia Tanpa Privasi: Bagaimana PR Menghadapi?”, Kamis (29/8/2024).
Sejumlah Aktivitas PR Rentan Kebocoran Data
Pemegang sertifikat Manajemen Isu Strategis dari Institute of Public Relations Singapore itu juga menjelaskan, dalam konteks PR kebocoran data bisa terjadi di berbagai tahapan kerja. Beberapa di antaranya ketika melakukan pemetaan target komunikasi, menjangkau audiens, hingga pengelolaan informasi yang akan disebarluaskan. "Setiap tahapan ini berpotensi menimbulkan kebocoran data," tambahnya.
Di samping itu, imbuh Asti, pelanggaran privasi data oleh PR juga kerap terjadi dalam pemanfaatan teknologi seperti data-driven PR, influencer marketing, dan content marketing. "Dengan data-driven PR, kita bisa melakukan micro-targeting yang lebih presisi. Namun, seringkali PR lupa hal-hal sederhana seperti meminta persetujuan,” paparnya.
Asti pun menutup sesi pemaparannya dengan refleksi pribadi, untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya perlindungan data pribadi dimulai dari ekosistem PR tanah air. (jar)