Tata kelola komunikasi yang efektif menjadi kunci utama dalam mengelola ekspektasi dan kepercayaan publik. Namun, komunikasi publik terkait pembangunan ibu kota baru ini tampaknya belum berjalan seefisien dan seefektif yang diharapkan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan proyek terbesar pemerintah pascareformasi. Dilansir dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, proyek ini diperkirakan memakan anggaran sebesar Rp466 triliun dan bertujuan untuk pemerataan ekonomi, penduduk, serta pembangunan.
Presiden Joko Widodo, dalam satu kesempatan di Balikpapan, pertengahan Februari 2023, menegaskan bahwa pembangunan IKN dan pemindahan ibu kota merupakan salah satu cara pemerintah untuk mewujudkan konsep pembangunan Indonesia-sentris. Sementara kondisi yang terjadi saat ini, sebanyak 56 persen dari total penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa. Angka tersebut secara praktis membuat perputaran ekonomi dan pembangunan bersifat Jawa-sentris.
Meskipun tujuan pemerintah terdengar baik, skala besar pembangunan IKN menghadirkan kompleksitas tersendiri. Opini publik pun terbagi menjadi dua kelompok. Sebagian masyarakat mendukung, tetapi banyak juga yang merasa ragu. Kesan terburu-buru dan kurangnya transparansi menjadi alasan utama dari keraguan tersebut. Terlebih lagi, baru-baru ini, Kepala Otorita IKN (OIKN) Bambang Susanto dan wakilnya, Dhony Rahajoe, kompak mengundurkan diri tanpa alasan jelas yang diketahui publik.
Opini publik bernada negatif semakin meluas setelah pengunduran diri dua pejabat OIKN tersebut, menunjukkan adanya masalah dalam pola dan tata kelola komunikasi publik. Wartawan senior Harry Surjadi bahkan menduga bahwa OIKN tidak memiliki strategi komunikasi yang solid. “Kalau melihat yang terjadi saat ini, sepertinya mereka tidak punya strategi komunikasi yang ajek,” ujarnya kepada PR INDONESIA, Jumat (5/7/2024).
Kesimpulan tersebut ditarik oleh editor dan trainer di program Tempo Witness itu karena melihat ketidakjelasan audiens yang disasar oleh OIKN. Menurutnya, komunikasi yang dilakukan oleh OIKN tidak memiliki fokus yang jelas, ditujukan untuk publik secara umum atau kelompok spesifik tertentu seperti masyarakat lokal. “Masyarakat sekitar selalu menjadi pihak pertama yang terkena dampak sebuah proyek. Oleh karenanya, mereka yang seharusnya lebih dulu menjadi target audiens komunikasi OIKN,” imbuhnya.