Tiga buku ini merupakan hasil akhir dari proyek kolaborasi riset sejak 2021 antara LSPR Institute, Nozomi no sono, dan ERIA mengenai disabilitas perkembangan di ASEAN. Seperti apa?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - LSPR Institute dalam kolaborasi dengan Nozomi no sono (The National Center for Persons with Severe Intellectual Disabilities) Jepang, dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), baru saja meluncurkan tiga buku panduan disabilitas perkembangan, yang disusun berdasarkan penelitian selama kurang lebih empat tahun.
Sebagaimana disampaikan oleh founder sekaligus CEO LSPR Institute Prita Kemal Gani, ketiga buku tersebut merupakan buah dari proyek penelitian mereka sejak 2021 mengenai disabilitas perkembangan di negara anggota ASEAN. Ia menjelaskan, proyek kolaborasi tersebut lahir karena keterbatasan referensi mengenai riset kebijakan terkait kesehatan dan disabilitas perkembangan di kawasan ASEAN, serta kebutuhan akan panduan pelatihan dan pendampingan orang tua dengan anak yang memiliki disabilitas perkembangan.
Meski peluncuran ketiga buku tersebut secara resmi mengakhiri proyek LSPR Institute bersama Nozomi no sono dan ERIA, tetapi Prita berharap kolaborasi dapat dilanjutkan guna mencari strategi jitu untuk diimplementasikan. “Secara khusus, untuk mengembangkan sumber daya manusia dan kampanye komunikasi strategis guna membuka jalan bagi kebijakan jangka panjang,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Senin (26/8/2024).
Menegaskan Komitmen
Tiga buku yang diluncurkan pada Kamis (22/8/2024) di gedung kampus LSPR Institute itu masing-masing berjudul: Kondisi Terkini dan Isu Kebijakan Layanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas Perkembangan di Asia Tenggara; Pengembangan Panduan Berbasis Pembinaan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Orang Tua Anak dengan Disabilitas Perkembangan di Asia Tenggara; dan Panduan Pelatihan, Pendampingan, dan Pembinaan bagi Orang Tua Anak dengan Disabilitas Perkembangan di Asia Tenggara.
Adapun buku pertama diharapkan dapat membantu penyandang disabilitas perkembangan dan orang tua mereka mengatasi tantangan dan kesulitan seputar layanan kesehatan. Sementara buku kedua berisikan riset tentang kondisi terkini dan isu kebijakan layanan kesehatan. Sedangkan buku ketiga merupakan panduan pelatihan, pendampingan, dan pembinaan bagi orang tua dengan anak disabilitas perkembangan.
Melalui ketiga buku yang tersedia secara global dalam Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Jepang tersebut, Prita berharap wawasan dan pemahaman orang tua, caregiver, tenaga profesional di bidang kesehatan maupun pendidikan, hingga pembuat kebijakan di kawasan ASEAN dapat semakin terbuka. “Mari tegaskan kembali komitmen kita dalam menciptakan dunia di mana individu dengan disabilitas perkembangan dapat diberdayakan, disertakan, dan dihargai atas kontribusi unik mereka,” pungkasnya. (lth)