Kepala BKKBN Hasto Wardoyo kembali menegaskan, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, hanya dilakukan terhadap pasangan usia subur yang masih di usia sekolah tetapi sudah terlanjur menikah.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pro dan kontra masih bergulir menyoal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang disahkan Presiden Jokowi pada 26 Juli lalu. Meski Kementerian Kesehatan telah menjelaskan maksud dari ayat 4 butir “e” pada pasal 103 yang banyak disoroti karena menyebut penyediaan alat kontrasepsi (alkon) bagi anak usia sekolah dan remaja, sebagian masyarakat masih gelisah.
Oleh karena itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo pun ikut memberikan penjelasan. Menurutnya, masyarakat harus membaca PP tersebut secara utuh. Terutama pasal 98 yang memuat upaya kesehatan reproduksi dilaksanakan dengan menghormati nilai luhur dan sesuai norma agama. “Jadi pasal-pasal yang ada di bawahnya tidak akan lepas dari yang ada di pasal 98,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (22/8/2024).
Sebelumnya, banyak yang menilai pasal 103 dalam PP tersebut mendukung perilaku seks bebas di kalangan remaja. Anggota DPR RI di Komisi IX Netty Prasetiyani mengatakan, pasal yang dirumuskan dan penggunaan kalimat memang dapat ditafsirkan secara liar. “Perlu dijelaskan apa maksud dan tujuan edukasinya. Apakah mengarah pada pembolehan seks sebelum nikah asal bertanggung jawab?” ujarnya seperti dikutip dari BBC News Indonesia Minggu (4/8/2024).
Melihat polemik yang berkembang, Wakil Presiden Ma’ruf Amin turut meminta adanya pendalaman dan perundingan dengan berbagai pihak dalam penerapan PP tersebut. “Sehingga nanti kemudian pelaksanaannya tidak berbentur-benturan,” ucapnya seperti dikutip dari laman setneg.go.id, Rabu (7/8/2024).
Untuk Remaja yang Terlanjur Menikah
Spesifik mengenai pasal 103, Hasto menegaskan, BKKBN sebagai lembaga yang mendapat amanah mengendalikan jumlah penduduk, menjalankan tugas pemenuhan alkon hanya untuk pasangan usia subur (PUS) yang sah sebagai suami istri. Sampai saat ini, katanya, pendistribusian alkon oleh BKKBN terkontrol baik menggunakan metode sesuai pilihan pasangan suami istri, dengan mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma agama.
Adapun amanah mengendalikan jumlah penduduk melalui pelayanan alkon tersebut, lanjut alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu, dijalankan BKKBN dengan landasan Undang-Undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009, UU Nomor 23 Tahun 2014, dan Peraturan BKKBN Nomor 1 Tahun 2023. “Dikunci dengan norma agama sejak tahun 2009. Kami tidak pernah membuat program itu untuk pasangan bukan suami istri,” tegasnya.
Mengenai penyediaan alkon bagi anak usia sekolah dan remaja, sambung mantan Bupati Kulon Progo tersebut, dilakukan dengan mempertimbangkan fakta bahwa ada PUS yang masih di usia sekolah tetapi sudah terlanjur menikah. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) ia memaparkan, saat ini dari total 1.000 perempuan usia 15-19 tahun, terdapat 26 orang yang hamil dan melahirkan. Hal tersebut yang menjadi urgensi penyediaan alat kontrasepsi.
Hasto turut menegaskan, edukasi seks yang termuat dalam PP tersebut bukan tentang edukasi melakukan hubungan seksual. Melainkan soal bagaimana menjaga alat reproduksi. Misal, kata pria yang juga merupakan dokter kandungan itu, dengan edukasi remaja akan paham bahwa melakukan hubungan seksual sebelum usia 20 tahun dapat meningkatkan potensi kanker serviks bagi perempuan. “Semakin banyak diberikan pendidikan kesehatan reproduksi, remaja akan semakin tidak berhubungan seks karena tahu risikonya,” pungkasnya. (lth)