Soal Transparansi dan Keluhan Lain Tenaga Pelaksana PPS Provinsi Sulteng
PRINDONESIA.CO | Kamis, 08/08/2024 | 1.540
Soal Transparansi dan Keluhan Lain Tenaga Pelaksana PPS Provinsi Sulteng
Pelatihan bagi Tenaga Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Konkep, Provinsi Sulawesi Tenggara, Rabu (7/8/2024).
Dok. BKKBN

KONAWE KEPULAUAN, PRINDONESIA.CO – Tim Pelatihan dan Peningkatan Kompetensi (Latikom) Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sulteng), menggelar Pelatihan bagi Tenaga Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting (PPS) selama tiga hari sejak Rabu (7/8/2024) di Kabupaten Konkep. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya BKKN sebagai Ketua Koordinator PPS dalam pencapaian target nasional prevalensi stunting sebesar 14 persen pada 2024.

Dilaksanakan di aula Dinas Pertanian Kabupaten Konkep, pelatihan yang juga diselenggarakan di Kolaka, Kolaka Timur, Bombana, Konawe, dan Muna itu diikuti oleh peserta yang terdiri dari camat, sekretaris kecamatan, kepala puskesmas, dan Penyuluh Keluarga Berencana unsur PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulteng Mustakim yang juga menjabat Ketua Tim Kerja Hubungan Antar Lembaga Advokasi KIE dan Humas menjelaskan, dalam kesempatan tersebut pihaknya diamanatkan untuk menyampaikan materi Kebijakan Mekanisme Pelaksanaan Program PPS. “Di sini kami menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam penyajian materi,” ucapnya melalui siaran pers, Kamis (8/8/2024).

Berbagai Keluhan

Dalam pelatihan yang dibuka oleh Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Kabupaten Konkep Siti Sulaeha itu, diskusi antara pemateri dan peserta berlangsung ramai. Di sela sesi diskusi, para Tenaga Pelaksana PPS Kecamatan tingkat Provinsi Sulteng bahkan turut menyampaikan keluhan berdasarkan pengalaman kerja di lapangan. Setidaknya tercatat ada tujuh keluhan yang diutarakan.

Pertama, mereka mengeluhkan tidak adanya anggaran bagi Tim PPS tingkat kecamatan. Selain itu, ada yang menilai bawa struktur Tim PPS tingkat kecamatan sejauh ini kurang jelas. Para Tenaga Pelaksana PPS juga menyampaikan, saat ini warga desa masih cenderung membelanjakan uang yang didapat dari hasil jual ikan untuk membeli mi instan.

Keluhan tak kalah penting dan berkaitan dengan keluhan pertama, peserta pelatihan ada yang merasa alokasi dana stunting di desa digunakan secara tertutup. Hal tersebut menyusul pertanyaan soal absennya pelatihan untuk para kepala desa, padahal anggaran ada di desa. Di samping itu, ada dari mereka yang mendapati data stunting simpang siur. Sebagian besar bahkan baru mengetahui kalau Ketua Tim PPS Kecamatan adalah camat.

Melihat keluhan-keluhan di atas, transparansi dan keterbukaan agaknya harus dihadirkan sebagai solusi. Sebagaimana dijelaskan Marlinda Irwanti dalam buku Manajemen Krisis Komunikasi, Tinjauan Teoritis dan Praktis (2015), transparansi menuntut penyediaan informasi yang jelas dan lengkap kepada pemangku kepentingan. Sementara keterbukaan, katanya, mencakup sikap dan perilaku saat mendapat kritik atau umpan balik. (lth)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI