Menurut Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, tren positif penerapan ESG di beberapa perusahaan ekstraktif berskala besar di Indonesia saat ini, harus ditiru oleh perusahaan menengah ke bawah.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwandy Arif memandang, implementasi prinsip environmental, social, dan governance (ESG) yang dikomunikasikan dengan baik, dapat menjadi salah satu cara untuk menepis stigma negatif terhadap industri pengolahan nikel di Indonesia.
Irwandy menilai, tren positif penerapan ESG di beberapa perusahaan ekstraktif berskala besar di Indonesia saat ini, harus ditiru oleh perusahaan menengah ke bawah. “Implementasi ESG dapat menempatkan perusahaan ekstraktif Indonesia menjadi bagian tren global,” ucapnya melalui siaran pers, Rabu (31/7/2024).
Dalam hal itu, pria yang menjabat Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara tersebut menegaskan, pemerintah memiliki peran dalam mendorong implementasi ESG yang baik oleh setiap perusahaan ekstraktif.
Oleh karena itu, ia pun mengimbau agar implementasi ESG merujuk kepada standar dari masing-masing perusahaan ekstraktif. Seperti menggunakan Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) yang menawarkan verifikasi dan sertifikasi pihak ketiga independen, untuk memastikan suatu perusahaan telah bertanggung jawab secara sosial maupun lingkungan. “Bisa juga menggunakan International Financial Reporting Standarts (IFRS) S1 dan S2, maupun International Council on Mining and Metals (ICMM),” lanjutnya.
Mengomunikasikan ESG
Implementasi ESG saja agaknya tidak cukup untuk menghapus stigma negatif yang telah mengakar lama. Dalam hal ini, komunikasi yang dijalankan public relations mengenai upaya perusahaan pada aspek ESG memainkan peran kunci.
Sebagaimana disampaikan Maria Nindita Radyati, Ketua Umum ESG Task Force Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), dalam Corcomm Summit 2024 yang digelar The Iconomics bulan Januari lalu, pengungkapan (disclosure) merupakan kunci dari penerapan ESG di suatu perusahaan.
Dalam praktiknya, lanjut Maria, upaya mengomunikasikan ESG oleh PR setidaknya harus lima tahapan penting. Berikut uraiannya.
1. Pemetaan (Mapping)
PR perusahaan maupun instansi harus memahami siapa target komunikasinya, baik itu pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lainnya.
2. Hasil (Outcome)
PR harus menetapkan hasil dari komunikasi, baik dalam bentuk informasi baru atau umpan balik dari masyarakat. Hal ini untuk mengetahui penilaian terhadap perusahaan maupun instansi.
3. Media
Penting untuk memetakan media apa yang hendak digunakan dalam upaya menaikan reputasi. Beberapa yang bisa dipertimbangkan adalah media sosial, koran, presentasi, website, dan sustainability report.
4. Pesan (Messages)
Seperti juga disampaikan Irwandy, menurut Maria, PR bisa menggunakan IFRS untuk menentukan pesan. Adapun IFRS sebagai panduan kerangka kerja pelaporan mencakup pengenalan, pengukuran, serta pengungkapan risiko dan peluang ESG.
5. Mengapa (Why)
PR juga perlu mempertanyakan berbagai aspek yang dapat memengaruhi keberlangsungan ESG, meliputi budget, timing, sumber daya manusia (SDM), dan kebutuhan akan konsultan.
Demikian pandangan Guru Besar ITB Irwandy Arif mengenai dampak implementasi ESG terhadap stigma negatif, dan tips bagi PR dalam mengomunikasikannya dari Ketua Umum ESG Task Force KADIN Maria Nindita Radyati. Semoga bermanfaat, ya! (lth)