Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan, Hari Anak Nasional harus menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak-anak Indonesia melalui kolaborasi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per Maret 2024 mencatatkan terdapat 141 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia. Dari total angka tersebut, sebanyak 35 persen kasus terjadi di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menegaskan, peringatan Hari Anak Nasional di setiap 23 Juli harus menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak-anak.
Disampaikannya di dalam acara MAW Talk episode ke-44 bertajuk “Perlindungan Anak: Tantangan Kebijakan, Realitas Sosial, dan Strategi Komunikasinya”, Selasa (23/7/2024), Ai juga menekankan bahwa peningkatan kepedulian terhadap perlindungan anak-anak Indonesia harus dibarengi dengan kolaborasi antar seluruh elemen masyarakat. “Kolaborasi diperlukan karena masih banyak tantangan dalam mengomunikasikan dan memenuhi hak anak-anak Indonesia,” ujarnya.
Ai lanjut menjelaskan, KPAI yang ia komandoi memang memegang amanat undang-undang untuk mengawasi pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Namun, ia menambahkan, lembaga independen yang berdiri sejak 2002 itu juga punya peran dalam membangun kesadaran dan gerakan bersama dalam perlindungan anak.
Oleh karena itu, sosok yang juga aktif membela pemenuhan hak perempuan itu menekankan, kolaborasi yang kuat antara masyarakat, korporasi swasta, dan pemerintah, merupakan kunci yang dapat memastikan hak setiap anak Indonesia terpenuhi secara optimal. “Perlindungan anak adalah upaya bersama yang membutuhkan kerja berkesinambungan untuk mewujudkan Indonesia maju,” imbuhnya.
Perundungan
Ai pun menjelaskan, saat ini isu perundungan telah menghadirkan tantangan tersendiri bagi KPAI. Ia mengatakan, pihaknya kerap mendapat laporan kasus perundungan melalui WhatsApp maupun Instagram. Dalam hal ini, ia menilai, edukasi harus digencarkan dan segera diperluas guna menekan angka kasus. “Edukasi mengenai perundungan harus terus diperluas untuk mengurangi kasus di lingkungan sekolah dan masyarakat,” tegasnya.
Sejalan dengan itu, peraih gelar Magister Ilmu Politik dari Universitas Nasional Jakarta tersebut menggarisbawahi pentingnya inklusi dalam perlindungan anak. Utamanya terhadap anak penyandang disabilitas. Baginya, pemenuhan hak anak disabilitas harus menjadi prioritas, diwujudkan dengan penyediaan fasilitas memadai seperti guru bahasa isyarat dan alat bantu braille. (jar)