Menurut founder sekaligus CEO NoLimit Indonesia Aqsath Rasyid, terdapat sekurangnya tiga manfaat big data dan artificial intelligence (AI) dalam praktik komunikasi. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Di hadapan peserta sesi workshop dalam rangkaian acara puncak The 3rd Indonesia DEI and ESG Awards (IDEAS) 2024 di Kota Malang, Rabu (24/7/2024), founder sekaligus CEO NoLimit Indonesia Aqsath Rasyid Naradhipa menegaskan urgensi pemanfaatan big data dan artificial intelligence (kecerdasan buatan/AI). Menurutnya, keengganan dalam menggunakan buah perkembangan teknologi tersebut dapat membuat manusia tergerus zaman.
Ia pun menjelaskan, big data dan AI sebagai salah dua teknologi anyar sejatinya menawarkan berbagai manfaat, termasuk bagi praktisi komunikasi. Seperti dapat membantu mengantisipasi masa depan lewat analisa tren, membuat kampanye yang lebih baik, hingga membantu menangani krisis secara lebih efektif. ‘’Kalau kita tahu tren, kita jadi bisa membuat rencana antisipasi untuk masa depan, kita jadi tahu harus berfokus ke mana,’’ ujarnya.
Peraih gelar Doktoral bidang Marketing Science dari Universitas Indonesia itu melanjutkan, adapun dalam konteks program kampanye, big data dan AI salah satunya dapat dimanfaatkan untuk menarik data influencer yang potensial membantu kesuksesan program.
“Acara Presidensi G20 total share voice-nya hanya seperlima MotoGP Mandalika, padahal keduanya sama-sama diselenggarakan di Indonesia. Setelah ditelusuri, influencer yang terlibat berpengaruh terhadap kesuksesan kampanyenya,” ucapnya mencontohkan peluang pemanfaatan big data dan AI.
Sementara dalam hal menangani krisis secara lebih efektif, Aqsath mengambil contoh kasus Rafael Alun Trisambodo yang memicu krisis bagi Kementerian Keuangan. Saat terlibat dalam penanganan krisis bagi kementerian yang dikomandoi Sri Mulyani tersebut, pengajar di Institut Teknologi Bandung ini mengaku mengandalkan big data dan AI untuk mengklasifikasikan isu yang berkontribusi terhadap krisis. “Setelah kami klasifikasi ada 46 isu turunan, tetapi yang memberikan kontribusi besar itu cuma empat isu. Jadi kami cuma perlu tackling itu saja,’’ jelasnya.
Pemaparan yang komprehensif mengenai potensi pemanfaatan big data dan AI dalam praktik komunikasi, mengundang pertanyaan dari salah satu peserta workshop mengenai kemampuan perangkat AI dalam memberikan rekomendasi respons krisis.
Menjawabnya, Aqsath mengatakan, perangkat tersebut hanya bisa memberikan hasil analisis sentimen masyarakat. Untuk rekomendasi respons, menurutnya, lebih baik dilakukan oleh data analyst. “Dengan data yang sama rekomendasinya bisa berbeda tergantung kondisi organisasi. Maka, lebih baik data analyst yang melakukan interpretasi,” pungkasnya. (HUR)