DoubleVerify Global Insights Report 2024 menekankan pentingnya jenama (brand) memastikan kualitas media dalam aktifitas komunikasi dan pemasaran.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Platform perangkat lunak terkemuka untuk pengukuran, data, dan analitik media digital DoubleVerify (DV), baru saja merilis DV Global Insights: 2024 Trends Report untuk pertama kalinya. Mencakup wilayah Asia-Pasifik, studi gabungan analisis terhadap satu triliun iklan video, dan survei global oleh Sapio dengan total 1.000 responden itu mengungkap sejumlah temuan utama.
Dalam siaran pers yang PR INDONESIA terima, Senin (24/6/2024), DV menjelaskan, sebanyak tiga temuan utama yang terungkap dapat menjadi catatan penting bagi pegiat komunikasi seperti public relations (PR) hingga ahli pemasaran. Menurut mereka, ketiganya merupakan bagian dari tantangan praktik komunikasi digital yang perlu disikapi. Seperti apa?
1. Kecerdasan Buatan Generatif (Generative AI) Mendorong Varian Penipuan Iklan
Penelitian DV pada 2023 mengungkap terdapat peningkatan skema dan varian penipuan iklan baru sebesar 23 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dijelaskan pula bahwa pengiklan yang tidak terlindungi secara menyeluruh, mengalami tingkat pelanggaran penipuan/SIVT (Sophisticated Invalid Traffic) sebesar 17 pesen.
Selaras dengan itu, ditemukan bahwa CTV memiliki tingkat penipuan tertinggi di antara semua perangkat di Asia-Pasifik. Sementara itu, 37 persen penipuan/SIVT terjadi melalui aplikasi seluler, dan 92 persen dari seluruh SIVT adware/malware di Asia-Pasifik didorong oleh aplikasi seluler.
2. Pelanggaran Kesesuaian Merek (Brand Suitability Violations)
Tren pelanggaran ini secara umum menurun sebanyak 6,4 persen di wilayah Asia-Pasifik, tetapi meningkat sebesar 14 persen di kawasan Asia Tenggara. DV menyebut, hal itu disebabkan oleh gejolak yang terjadi sepanjang tahun, dan siklus berita yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara-negara seperti Filipina.
3. Peningkatan Konten Berkualitas Rendah dan Made-For-Advertising (MFA) yang Mengganggu Ekosistem Digital
Hasil analisis DV mengungkap bahwa situs MFA memberikan 7 persen lebih sedikit perhatian keseluruhan pada iklan tayangan, dan 28 persen lebih sedikit pada iklan video dibandingkan media lain. Meski demikian, DV memprediksi kemajuan kecerdasan buatan generatif akan membuat situs MFA menjadi lebih canggih. Hal itu diperkuat dengan volume tayangan MFA yang meningkat sebesar 19 persen dari tahun ke tahun secara global seiring kemajuan AI. Namun, DV menggarisbawahi bahwa hal itu akan mendatangkan tantangan baru bagi pengiklan dalam menjaga integritas merek.
Selain tiga temuan utama di atas, laporan DV juga mengungkap 60 persen pemasar di Asia-Pasifik menilai optimalisasi kecerdasan buatan berdampak positif pada kualitas media. Di samping itu, 58 persen pemasar di Asia-Pasifik berencana mengandalkan attention-based metric untuk sebagian besar belanja iklan di 2024. (dlw)