Rencana pembentukan Dewan Media Sosial (DMS) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), memicu perdebatan mengenai urgensi dan potensi kontrol pemerintah.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Media sosial yang telah menjadi bagian dari seluruh aktivitas masyarakat, memiliki dampak positif sekaligus negatif bagi kehidupan. Alasan inilah yang mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana untuk membentuk Dewan Media Sosial (DMS).
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, pembentukan lembaga yang didasari oleh amanat dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) itu akan berdampak baik dalam peningkatan perlindungan anak di ruang digital atau Child Online Protection. “Kadang suka lihat, kan, di media sosial ada anak di-bully di sekolahnya. Jadi itu harus dilindungi,” ujarnya melansir Tempo, Selasa (4/6/2024).
Lebih lanjut, Ketua Relawan Presiden Joko Widodo menjelaskan, DMS akan berfungsi sebagai lembaga mediasi manakala terjadi sengketa di media sosial. Ia pun menambahkan, DMS Indonesia akan berbentuk jejaring atau koalisi independen di luar naungan pemerintah, seperti organisasi masyarakat, akademisi, pers, komunitas, praktisi, ahli, hingga pelaku industri.
Pro dan Kontra
Gagasan pembentukan DMS masih menjadi polemik di masyarakat. Tak sedikit publik menolak gagasan yang telah dirancang oleh Kemenkominfo itu. Meski, Budi mengklaim pembentukan DMS telah selaras dengan komitmen Pemerintah pada awal 2024, untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan, tidak adanya undang-undang yang melandasi rencana pembentukan lembaga tersebut disinyalir akan menjadi celah bagi pemerintah untuk melakukan kontrol. “Alih-alih membiarkannya independen, kondisi itu akan membuka peluang pemerintah untuk mengontrolnnya secara penuh,” katanya.
Bertolak belakang dengan Wahyudi, Sekjen Aliansi Mahasiswa dan Milenial untuk Indonesia (AMMI) Arip Nurahman justru mengapresiasi gagasan tersebut. Menurutnya, DMS akan berguna dalam upaya perlindungam anak di bawah umur dari kekerasan di ruang digital. “Lembaga tersebut sangat dibutuhkan di tengah perkembangan dunia digital yang bisa membawa pengaruh baik maupun pengaruh buruk bagi generasi penerus bangsa,” ucapnya. (dlw)