Menteri Pariwisata Arief Yahya
Terbatasnya anggaran kerap menjadi kendala praktisi PR untuk membangun reputasi korporasi atau lembaga. Dalam keynote speech pada The 1st Anniversary PR INDONESIA Magazine di Bali, Kamis (24/3/2016), Menteri Pariwisata Arief Yahya punya pesan khusus bagi para praktisi PR agar anggaran PR naik dan dipandang makin strategis. Berikut pandangan AY –sapaan akrabnya-- selengkapnya.
If you cannot measure, you cannot manage. Kalau kita tidak bisa mengukurnya maka kita tidak bisa mengelolanya. Prinsip ini berlaku juga untuk PR. Kalau ingin anggaran PR di kementerian atau perusahaan naik, yakinkan top management dengan angka. Karena itu, PR harus bisa menguantifikasi hasil yang ingin dicapai.
Sejatinya PR memiliki peran sangat penting. Goals utama PR adalah reputasi. Dan country reputation berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Sebuah riset dari Ogilvy PR menyebutkan, jika country reputation naik 10 persen, maka pariwisatanya akan naik 11 persen dan investasinya akan naik 2 persen. Sehingga kesimpulannya PR-ing atau branding itu penting.
Sekali lagi, kalau kita tidak bisa menguantifikasi, sulit meyakinkan Chief Executive Officer (CEO) atau top management. Jadi ketika ditanya kenapa PR penting, karena PR akan bisa menaikkan perekonomian Indonesia. Dan ini sudah Aaya buktikan sendiri di Kementerian Pariwisata. Dulu anggaran Pariwisata hanya Rp 300 miliar, tapi kini naik 10 kali lipat menjadi Rp 3 triliun. Kenapa? Karena kita bisa menguantifikasi dengan target yang jelas dan terukur. Bahkan akhirnya pariwisata menjadi program prioritas pemerintah.
Selama ini kenapa anggaran PR kecil? Karena teman-teman praktisi PR tidak bisa menguantifikasi dan menyebutkan impact langsung dari program PR dalam bentuk angka. Agar CEO yakin, jangan selalu gunakan kualitatif dan normatif, karena maaf, yang seperti itu tidak akan didengar dan sulit dicerna oleh pengambil keputusan.
Jika masih sulit meyakinkan top management, ada satu trik yang patut diikuti. Yaitu masukkan anggaran PR ke dalam kategori anggaran marketing. Memang sebenarnya PR-ing itu bagian utama dari marketing. Menurut Philip Kotler, PR bagian dari promotion mix. Ketika PR itu bagian dari marketing maka ada rule of thumb-nya. Di Telkom sebesar 2 persen, di perusahaan makanan KFC 5,5 persen, di perusahaan rokok 3 persen.
Rule of thumb tersebut patut diikuti PR. Karena selama ini teman-teman PR tidak punya rule of thumb, sehingga anggaran PR tidak jelas jumlahnya. Lebih baik masukkan anggaran PR ke anggaran marketing, terutama untuk anggaran terkait product image dan corporate image.
Satu hal lagi, PR harus dipandang sebagai investasi jangka panjang, bukan biaya. Karena itu hasilnya tidak bisa dilihat dalam waktu sekejap, minimal tiga tahun baru terlihat. Di Kemenpar sendiri, sejak awal dijalankan hingga kini, program marketing dan PR melalui kampanye branding Wonderfull Indonesia telah mulai menunjukkan hasil menggembirakan.
Tahun 2015 kunjungan wisatawan manca negara ke Indonesia tumbuh 10,3 persen. Dalam berbagai event pariwisata internasional, Indonesia juga selalu menjadi juara. Ini harus dipandang sebagai awal dari kemenangan. Ingat, kemenangan itu harus disiapkan dan hasil yang luar biasa pasti dicapai dengan cara yang tidak biasa. (nif)