Bank syariah memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam sustainable finance. Dengan mengoptimalkan potensinya, bank syariah dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan bisnis, sosial, dan masyarakat yang lebih berkelanjutan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Keuangan berkelanjutan (sustainable finance) menjadi topik hangat yang terus diperbicangkan di tengah perubahan iklim. Melalui sustainable finance, bank syariah dapat menyelaraskan aspek ESG dan SDG sehingga tercipta lingkungan bisnis, sosial, dan masyarakat yang lebih berkelanjutan.
Komisaris Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Muliaman D. Hadad menyebut sustainable finance erat kaitannya dengan perubahan iklim, namun tidak terbatas hanya pada aspek lingkungan. Sebab, sustainable finance mengintegrasikan aspek lingkungan (environment), sosial (social), dan tata kelola (governance) atau ESG ke dalam keputusan investasi dan pembiayaan yang diselaraskan dengan sustainable development goals (SDG).
Pada konteks industri keuangan syariah, fokus sustainable finance dengan ESG selaras dengan tujuan-tujuan syariah (maqashid syariah) yang menjadi landasan bisnis bank syariah. Pada aspek lingkungan misalnya, prinsip penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab sejalan dengan prinsip pelestarian alam. Berdasarkan prinsip ini, bank syariah dapat berperan aktif membiayai proyek ramah lingkungan, mengembangkan produk dan layanan berbasis green, serta menerapkan praktik ramah lingkungan di kantor-kantornya.
“Bank harus mengeluarkan produk dan menjalankan bisnis sesuai dengan ESG. Bank butuh modal untuk menjalankan bisnis mereka dan untuk berinvestasi, tapi kemudian dari mana modal ini berasal menjadi sangat penting sekarang. Jadi akses untuk sustainable finance dalam bisnis sangat penting. Jadi sustainable finance harus dijalankan oleh bank dan bank harus tahu apa itu sustainable finance, bukan hanya pembiayaan, tetapi juga instrumen-instrumen lainnya seperti sukuk dan green loan,” kata Muliaman.
Hal itu dikemukakan oleh Muliaman dalam acara 3rd Annual International Conference on Muslim World Economy and Business (ICMWEB) yang mengangkat tema “Sustainable Finance Amid Global Volatility: Forging the Pathway to Sustain the Future di Indonesian International Islamic University” di Lecture Hall, Joko Widodo Rectorate Building UIII Depok pada Selasa, Mei 2024.
Muliaman menyebutkan bahwa bank syariah memiliki potensi untuk untuk bisa berkontribusi dalam sustainable finance. Hal ini tidak lepas dari prinsip utama dalam bank syariah yang melarang adanya riba dan investasi pada hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum Islam, merugikan alam, dan tidak etis. Penekanan pada investasi ini dapat membantu mendorong keuangan berkelanjutan dengan mengarahkan modal ke proyek-proyek yang bertanggung jawab secara sosial.
“Bank syariah mendorong pembagian risiko dan pembagian keuntungan, yang dapat membantu meningkatkan inklusi keuangan dengan menyediakan akses terhadap keuangan bagi masyarakat yang kurang terlayani,” paparnya. Lalu pada aspek sosial, lanjut Muliaman, prinsip yang didorong adalah mempromosikan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Ini telah dilakukan bank syariah melalui penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf serta menyalurkannya melalui lembaga filantropi. Bank syariah juga mendorong program pemberdayaan masyarakat dan UMKM.
Kemudian dalam hal tata kelola, prinsip sustainable finance mendukung transparansi, akuntabilitas, dan etika dalam aktivitas bisnis. Prinsip yang sama dijunjung bank syariah dalam setiap aktivitasnya. Bahkan, terdapat pengawasan etika bisnis sesuai prinsip syariah yang dijalankan oleh Dewan Pengawas Syariah. “Peran masyarakat juga sangat penting sebagai salah satu pemangku kepentingan yang dapat mendorong bisnis agar akuntabel dan transparan. Oleh karena itu, kolaborasi dan partnership sangat penting untuk membuat ESG ini semua nyata,” ucap Muliaman.
Maka untuk mengoptimalkan potensi yang ada, Muliaman menyebut setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dilakukan bank syariah. Pertama, edukasi prinsip keuangan berkelanjutan dan ESG kepada segenap stakeholder yang meliputi nasabah, investor, dan masyarakat dengan kolaborasi bersama pemerintah, regulator, dan organisasi non-profit. Kedua, formulasi framework ESG yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pelaksanaan, pengukuran, serta pengawasan ESG di bank syariah, termasuk sertifikasi dan rating ESG. Ketiga, peningkatan porsi pembiayaan di sektor ESG, dengan tetap menerapkan manajemen risiko yang prudent.
“Secara prinsip bank syariah semestinya menjadi salah satu penggerak pencegahan perubahan iklim melalui keuangan berkelanjutan. Namun, bila bank syariah tidak berupaya mengadopsinya, maka bank syariah tidak hanya kehilangan momentum, namun juga berpotensi kehilangan pangsa pasar dan daya saing di masa yang akan datang,” tutupnya. (adv)