Abdullah Azwar Anas – Bupati Banyuwangi
Kini, setelah akses transportasi udara dibuka dan infrastruktur pariwisata dibenahi, Banyuwangi berubah menjadi magnet baru wisatawan lokal dan mancanegara. “Pengembangan pariwisata tidak semata-mata untuk menarik uang ke Banyuwangi. Tapi juga sebagai umbrella untuk konsolidasi budaya. Dengan pariwisata kami bisa dorong budaya kami terus segar, tumbuh dan berkembang,” kata Anas saat menyampaikan sambutan usai menerima Penghargaan Tokoh Publik Inspirasional Pilihan Serikat Perusahaan Pers (SPS), di Semarang, Rabu (31/8/2016).
Pariwisata juga mendorong konsolidasi perilaku. Masyarakat makin sadar pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Jika lingkungan kotor, wisatawan enggan berkunjung dan yang merugi akhirnya mereka sendiri. Partisipasi masyarakat memang terus didorong pemerintah agar harmoni lingkungan terus terjaga.
Tak dimungkiri, pariwisata juga mempercepat konsolidasi infrastruktur. Tidak mungkin menjual pariwisata tanpa infrastruktur yang memadai. Anas mengawalinya dengan membangun infrastruktur jalan dan bandara yang memudahkan wisatawan mengunjungi aneka destinasi di daerah berjuluk Sunrise of Java ini.
“Alhamdulillah, setelah konektivitas tercipta, kunjungan ke Banyuwangi meningkat pesat dari 7.300 orang pada 2010, sekarang sudah 130 ribu orang. Jadi, naik 1.300 persen,” katanya.
Banyuwangi menawarkan berbagai destinasi wisata mulai dari wisata alam, MICE, kuliner, hingga ekowisata. Bersama para pengusaha lokal Anas memelopori berbagai festival seperti Banyuwangi Festival, Ethno Carnival, Banyuwangi Jazz Festival, hingga Tour de Ijen. Kini sepanjang tahun terdapat 53 event musik, budaya dan olahraga yang digelar di Banyuwangi. Uniknya, kata Anas, mayoritas event dibiayai sendiri oleh masyarakat.
Atas berbagai inovasi yang dilakukan tahun lalu, Banyuwangi meraih penghargaan dari Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) dalam ajang 12th UNWTO Awards Forum di Madrid, Spanyol. Sebagai apresiasi, Kemenpar memberikan reward Rp 10 miliar untuk mem-branding Banyuwangi.
Smart Kampung
Jika kota-kota lain berlomba menjadi smart city, Anas mengusung program Smart Kampung untuk menembus kebuntuan dan lambatnya layanan publik. Dengan 1.400 titik wi-fi gratis yang tersebar di kampung-kampung, komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat makin mudah. Ia juga mengintegrasikan semua musrenbangdes dalam e-village budgeting. Ia berharap program Smart Kampung dapat mempercepat pembangunan desa.
“Di desa memang tidak ada kemacetan lalu lintas seperti di kota, tapi kemacetan pelayanan publik yang ada di desa harus bisa dipecahkan,” katanya memberi alasan. Melalui program ini, Anas juga mewajibkan semua keluhan yang masuk ke pemerintah harus teratasi dalam waktu empat jam. Dengan UGD Kemiskinan, setiap orang miskin yang kesulitan dan mengadu ke akun Twitter-nya akan diteruskan ke grup Whatsapp pejabat terkait. Dan, dalam waktu empat jam, masalahnya harus diselesaikan. “Karena Whatsapp yang paling mudah untuk digunakan rakyat,” jelas alumnus FISIP Universitas Indonesia itu.
“Keberhasilan pemimpin adalah karena mendapatkan dukungan dari publik. Tanpa dukungan publik tema dan jargon dari pemimpin hanya tertulis di atas kertas dan tidak menimbulkan multiplier effect bagi masyarakat,” kata Anas menutup sambutan malam itu diiringi tepuk tangan seluruh hadirin. nif