Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat berinteraksi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi. Fenomena ini membawa lahirnya masyarakat digital.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Pesatnya perkembangan teknologi dan digital telah melahirkan masyarakat digital, kumpulan individu yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Saat ini eratnya hubungan dengan digital telah mengubah cara masyarakat digital untuk melihat, merasakan, dan berinteraksi satu sama lain. Demikian kata Gagas Gayuh Aji, dosen Fakultas Vokasi Universitas Airlangga, saat mengisi GPR Academy BPSDM Jatim Bootcamp 2023 di Surabaya, Selasa (5/12/2023).
Di hadapan 52 peserta yang umumnya praktisi humas dan akademisi, peraih gelar Magister dari Universitas Gadjah Mada tersebut menekankan pentingnya humas mengenal karakteristik masyarakat digital. Apalagi humas tidak pernah bisa terlepas dari media sosial sebagai alat komunikasi.
Menurutnya, upaya humas mempelajari karakteristik masyarakat digital adalah sebuah keniscayaan. “Pesan humas akan diterima ketika menggunakan caracara yang dikehendaki oleh masyarakat digital,” katanya.
Gagas lantas membagi masyarakat digital ke dalam enam karakter. Pertama, ketergantungan pada teknologi. Masyarakat digital terbiasa untuk melakukan segala sesuatunya dengan bantuan teknologi. Misalnya, mencari tutorial memasak di internet. Kedua, kebutuhan informasi yang sangat tinggi. Masyarakat digital memiliki tingkat keinginan atau permintaan yang tinggi terhadap akses, pemahaman, dan pertukaran informasi. “Keinginan untuk selalu up-to-date mendorong mereka untuk aktif terlibat dalam mencari informasi,” ujarnya.
Karakter masyarakat digital yang ketiga adalah perubahan pola interaksi. Masyarakat digital cenderung memiliki pola komunikasi dua arah. Sementara karakter yang keempat, terlibat dalam ekonomi digital. Misalnya, membeli barang dan mendapatkan layanan secara daring.
Kelima, banjir informasi. Kondisi ini sering kali menyebabkan masyarakat kesulitan untuk mengelola dan memilah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karakter terakhir, globalisasi dan keterhubungan. Perkembangan teknologi digital bukan hanya berdampak pada pertukaran ide, tetapi juga budaya secara global. Masyarakat digital memungkinkan terhubung dengan individu dari berbagai belahan dunia.
Literasi Digital
Di tengah kondisi ini, Fasilitator Gerakan Indonesia Cakap Digital Meithiana Indrasari berpendapat humas juga memiliki tanggung jawab menumbuhkan sikap literasi digital. Langkah ini merupakan bagian dari upaya humas untuk membangun rekam jejak digital yang baik. Mei, sapaan karibnya Meithiana, ketika menjadi pembicara di kelas “Literasi Digital” di acara yang sama, Selasa (5/12/2023), mengatakan, ada empat pilar yang dapat dilakukan humas untuk membangun literasi digital. Di antaranya, etika digital, budaya digital, keamanan digital, dan kecakapan digital.
Pernyataan perempuan yang juga berprofesi sebagai dosen di University of Phillipines itu menarik perhatian Uni, Satpol PP dari Jawa Timur. Uni menanyakan cara humas merespons komentar negatif di media sosial terkait pekerjaan Satpol PP yang selalu dianggap salah di mata masyarakat. Mei menjawab kecenderungan warganet di Indonesia memang berempati kepada korban. Tantangan Satpol PP adalah menyajikan konten dengan pengambilan angle yang baik yang tidak menimbulkan kesan bahwa orang yang ditindak adalah korban. (AZA)