Praktisi public relations (PR) dapat berfungsi sebagai penghubung dalam menyuarakan isu-isu iklim yang tidak pernah akan habis untuk dibahas—sejalan dengan agenda aksi iklim global dan nasional yang terus berkembang.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Sebagai komunikator, relations dalam menyuarakan isu perubahan iklim. Pesan tersebut (PR) berperan besar public tidak hanya ditujukan kepada publik, tetapi juga kepada seluruh stakeholder yang terlibat. Mulai dari kalangan internal, pemerintah maupun industri—dua entitas yang sama-sama mengadopsi prinsip environmental, social, governance (ESG). Aksi perubahan iklim itu sendiri merupakan komponen dari elemen E (environmental).
Menurut Emilia Bassar, CEO Center for Public Relations, Outreach, and Communication (CPROCOM), kepada PR INDONESIA, Jumat (6/10/2023), mengomunikasikan pesan kepada publik dan mencapai sinergitas dengan stakeholder diperlukan strategi komunikasi yang tepat. Di sinilah peran PR, menyusun strategi komunikasi perubahan iklim berdasarkan metode specific, measurable, achievable, relevant, time-bound (SMART). “Kegiatan PR dapat berfungsi sebagai nexus (penghubung) dalam menyuarakan isu-isu iklim yang tidak pernah akan habis untuk dibahas, sejalan dengan agenda aksi iklim global dan nasional yang terus berkembang,” katanya.
Senada dengan Emilia, Direktur Corporate Affairs Nestlé Indonesia Sufintri Rahayu kepada PR INDONESIA, Selasa (10/10/2023), menilai PR memiliki andil besar dalam menyuarakan kesadaran dan aksi terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan sebagai suara dari perusahaan atau brand, PR dapat memengaruhi opini dan persepsi publik. Melalui hubungan dengan pemangku kepentingan seperti media dan pemerintah, praktisi PR turut dapat mengomunikasikan pentingnya kesadaran publik terkait fenomena perubahan iklim dan peran masing-masing pihak, dalam hal ini pemerintah, masyarakat, dan industri, dalam mengatasi isu tersebut.