Aqsath Rasyid Naradhipa, co-founder dan CEO NoLimit menekankan pentingnya regulasi dalam penggunaan artificial intellegence (AI). Hal ini dilakukan agar pemanfaatan kecerdasan buatan tidak asal mengambil data pribadi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Teknologi berbasis artificial intellegence (AI) punya segudang manfaat. Dengan pemanfaatan yang bijak, kecerdasan buatan ini dapat membantu manusia mengoptimalkan waktu dalam menyelesaikan berbagai tugas, termasuk bagi praktisi public relations (PR).
Demikian pernyataan co-founder dan CEO NoLimit Aqsath Rasyid Naradhipa dalam diskusi CPROCOM berjudul "AI in PR Industry" yang digelar secara daring pada Jumat (2/2/2024). Meskipun memberikan manfaat, teknologi ini juga menimbulkan tantangan, terutama terkait etika dalam pengambilan data pribadi.
Sebagai contoh, penggunaan AI berbasis machine learning yang bisa mengidentifikasi kebiasaan pribadi secara detail, mulai dari pola makan hingga jam pesan. Ia menyarankan untuk lebih menggeneralisir data ke tingkat umum, seperti persentase orang yang menyukai jenis makanan tertentu.
Peraih gelar Doktor Marketing Science dari Universitas Indonesia tersebut, menekankan pentingnya penerapan etika, terutama perlindungan data pribadi, dalam penggunaan kecerdasan buatan. Untuk itu, perlu regulasi pemerintah terkait penggunaan AI untuk mengatasi masalah ini. “Tidak boleh data pribadi tidak sampai ke tingkat identifikasi personal,” ujarnya.
Kendati begitu, dalam konteks perkembangan teknologi, ia mengakui bahwa kemajuan teknologi tidak bisa dibendung. Namun penggunaanya bisa dibatasi dengan regulasi. Sehingga kemudahannya tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebagai analogi, pisau jika digunakan oleh koki, dapat menghasilkan hidangan lezat, tetapi jika jatuh ke tangan yang salah, bisa membunuh nyawa orang.
Regulasi Pemerintah
Sejalan pandangan Aqsath, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) secara serius menyadari tantangan etika dalam penggunaan AI. Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi, telah mengeluarkan surat edaran yang membahas etika penggunaan dan pemanfaatan kecersdasan bauatan ini melalui Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan, yang ditandatangani pada 19 Desember 2023.
Surat edaran tersebut menggarisbawahi tiga poin utama, yaitu nilai etika, implementasi nilai etika, dan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan buatan. “Surat edaran ini ditujukan kepada pelaku usaha aktivitas pemrograman berbasis kecerdasan buatan pada Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) baik di lingkup publik maupun privat," ujarnya dikutip dari laman resmi kominfo.go.id, Senin (5/2/2024).
Budi Arie menyatakan, PSE di sektor publik dan privat diharapkan untuk mematuhi tiga hal. Pertama, memastikan bahwa AI tidak digunakan sebagai penentu kebijakan dan/atau pengambil keputusan yang dapat memengaruhi aspek kemanusiaan. Kedua, memberikan informasi terkait pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan oleh pengembang, guna mencegah dampak negatif dan kerugian dari teknologi yang dihasilkan. Dan ketiga, memperhatikan manajemen risiko serta manajemen krisis dalam pengembangan AI. (jar)