Ada berbagai tantangan yang kerap dijumpai oleh praktisi public relations (PR) dalam mengomunikasikan isu perubahan iklim. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Isu perubahan iklim sedang menjadi sorotan, termasuk praktisi komunikasi. Menurut Emilia Bassar, CEO Center for Public Relations, Outreach and Communications (CPROCOM), hal ini dikarenakan praktisi public relations (PR) berperan penting dalam membantu organisasi untuk mengomunikasikan upaya-upaya keberlanjutan, merespons isu-isu iklim yang berkembang, dan menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam aksi perlindungan lingkungan melalui berbagai strategi komunikasi yang efektif.
“Kegiatan PR dapat berfungsi sebagai nexus (penghubung) dalam menyuarakan isu-isu iklim yang tidak pernah habis untuk dibahas, sejalan dengan agenda aksi iklim global dan nasional yang terus berkembang,” ujar perempuan yang juga merupakan Direktur Komunikasi PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), seperti dilansir dari majalah PR INDONESIA Edisi 105/Th IX/ Desember 2023.
Senada dengan Emilia, Direktur Corporate Affairs Nestlé Indonesia Sufintri Rahayu, menilai PR memiliki andil besar dalam menyuarakan kesadaran dan aksi terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan sebagai suara dari perusahaan atau brand, PR dapat memengaruhi opini dan persepsi publik.
Pemilihan Diksi
Meski begitu, semangat mengomunikasikan isu perubahan iklim ternyata tak semudah yang dibayangkan. Sufintri menjelaskan tantangan utama dalam mengomunikasikan pesan perubahan iklim, salah satunya terletak pada pemilihan diksi yang tepat. Apalagi ada banyak istilah asing ketika mengomunikasikan perubahan iklim yang jarang diketahui oleh masyarakat awam.
Masih dilansir dari majalah PR INDONESIA Edisi 105/Th IX/ Desember 2023, Koordinator Humas Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Khairul Hidayati pun merasakan hal yang sama. Sebagai humas pemerintah, mereka wajib menyesuaikan bahasa ilmiah dan kebijakan pemerintah dengan diksi yang mudah dipahami. Pun demikian dengan Khoiria Oktaviani dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia mengaku tantangan tersulit adalah menarasikan isu perubahan iklim sesuai dengan karakteristik audiens di media sosial yang cenderung didominasi oleh kalangan milenial dan Generasi Z.
Untuk itu, dilansir dari Kominfo.go.id (4/8/2023), Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, humas saat ini harus lincah dan adaptif di tengah perubahan yang terjadi. Tak hanya itu ia juga mengimbau praktisi kehumasan harus banyak melakukan inovasi untuk mengejar perubahan zaman. Lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini juga menyorot pentingnya kolaborasi berbasis data agar tugas dan peran humas dalam mengukir reputasi positif dapat terlaksana dengan baik, termasuk dalam mengomunikasikan perubahan iklim. (dlw)