Tahun 2024, akan menjadi tantangan tersendiri bagipraktisi public relations (PR) seiring dengan penyelenggaraan Pemilu 2024. Apa saja yang harus mesti diwaspadai?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Tahun 2023 tinggal menyisakan hitungan hari. Bagi praktisi public relations (PR), persiapan strategis untuk menghadapi tantangan di tahun 2024 menjadi penting. Hal inilah yang mengisiniasi Public Relations and Communications Association (PRCA) Indonesia Network mengumpulkan para praktisi komunikasi untuk mendiskusikan isu berjudul “Embracing PR Industry Challenges” di Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Lantas, apa tantangan utama yang harus diantisipasi oleh para praktisi PR? Boy Kelana, Head of Corporate Communications PT Astra Internasional Tbk, yang didapuk menjadi salah satu pembicara di acara tersebut tak menampik salah satu tantangan terbesar bagi praktisi PR tahun depan adalah Pemilu 2024.
Meskipun begitu, pria yang merupakan Ketua Umum PERHUMAS ini meyakinkan agar PR tidak perlu merasa takut untuk menghadapi pesta demokrasi tiap lima tahun sekali. Apalagi, menurutnya, korporasi perlu menjaga optimisme dalam menghadapi pemilu. Sementara pemilu bukan hal baru di Indonesia. “Kita harus tetap optimis, apalagi kita telah melewati berbagai krisis, mulai dari masalah moneter hingga pandemi COVID-19," ujarnya di hadapan sekitar 50 praktisi komunikasi.
Di sisi lain, sebagai bagian dari humas, praktisi komunikasi perlu mengambil langkah-langkah pencegahan agar perusahaan tidak mengalami dampak negatif akibat pemilu. Salah satucaranya dengan membuat panduan bagi karyawan tentang penggunaan hak pilih tanpa membatasinya. Di PERHUMAS, misalnya, setiap anggota yang terlibat dalam politik praktis diwajibkan mengambil cuti dan dilarang terlibat secara resmi atas nama organisasi.
Di samping pemilu, Boy justru menyorot isu-isu lain yang juga tak kalah penting untuk menjadi perhatian praktisi komunikasi. Antara lain, konflik antara Rusia dengan Ukraina, invasi Israel terhadap Palestina. Selain itu, ia menambahkan, PR juga harus berperan dalam menginformasikan aspek environmental, social, government (ESG) dan diversity, equity, inclusion (DEI) yang diprediksi akan tetap menjadi isu penting di tahun depan. “Posisi humas harus lebih dari sekadar komunikasi perusahaan, tetapi menjadi penghasil nilai atau value generator,” tambahnya.
Sejalan dengan Boy, pembicara berikutnya, Chief Marketing Officer KG Media Indonesia Dian Gemiano, juga menilai Pemilu 2024 bakal menjadi tantangan utama bagi para pelaku bisnis, termasuk PR. Sebagai perusahaan berbasis media, pesta demokrasi menjadi ujian kredibilitas. Dalam konteks ini, peran PR sangat dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan komunikasi yang efektif.
Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat aturan bagi seluruh karyawan. Khususnya, mengatur soal hal yang boleh dan tidak boleh diunggah di media sosial. Kompas Gramedia Group bahkan membuat pedoman ketat bagi setiap pasangan calon dan partai politik yang akan memasang iklan di media mereka. “Upaya ini dilakukan untuk menjaga kredibilitas,” katanya. Pendekatan ini juga diambil untuk memastikan bahwa kredibilitas perusahaan tetap terjaga dan tidak terpengaruh hanya karena mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sementara itu, menurut Divika Jethmal, Head of Marketing CARMA Asia, tantangan bagi praktisi komunikasi di tahun depan lebih berfokus pada perkembangan teknologi. Menurutnya, era digital telah membuat dunia berubah demikian cepat. Termasuk turut mengubah kebiasaan setiap manusia. Salah satunya, peralihan dalam menghimpun informasi dari konvensional ke generasi mobile.
Lebih lanjut, kata Divika, semua orang di era ini juga memiliki peluang yang sama untuk menjadi konten kreator. Kehidupan mereka juga dipengaruhi oleh influencer di media sosial. Dengan mengamati perkembangan tersebut, maka para profesional PR harus beradaptasi dengan berbagai saluran komunikasi. “Di luar tantangan, fenomena ini juga menjadi kesempatan bagi korporasi untuk menyampaikan informasi kepada publik yang lebih luas,” tutupnya. (jar)