Ada beberapa kesalahan yang masih sering dijumpai saat public relations (PR) menyajikan konten berbasis data. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Penguasaan terhadap data tidak hanya sekadar tren, melainkan merupakan fondasi utama untuk memvalidasi pesan perusahaan dan membentuk cerita yang kuat.
Pentingnya penguasaan penyajian konten berbasis data (data-driven) bagi praktisi PR ini juga pernah diungkapkan oleh founder & CEO Media Buffet Bima Marzuki usai sesi penjurian Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #9, di Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Menurutnya, PR mesti terbiasa bergelut dengan data. Selain itu, PR juga harus mampu menganalisis data tersebut. Dengan menguasai data, kata pria yang sebelumnya berkiprah sebagai jurnalis di berbagai stasiun televisi nasional itu, PR akan terbantu dalam merumuskan program yang memberikan dampak positif bagi perusahaan. Sebab, saat ini sudah tidak zaman PR hanya menjadi hiasan. Sebaliknya, mereka harus mampu bekerja berbasis data dan memberikan inovasi program berdasarkan analisis yang kuat.
Menurut Listette Paras, founder & President Gravitate PR, agensi PR yang berbasis di San Fransisco, Amerika Serikat, seperti yang dikutip dari prdaily.com, data dapat membantu perusahaan dalam memvalidasi pesan yang ingin disampaikan kepada publik.
Namun, dalam praktiknya tidak seperti yang dibayangkan. Listette bahkan merangkum ada lima kesalahan utama yang sering dilakukan oleh PR ketika menyajikan konten berbasis data. Ia menguraikan kelimanya dalam artikel 5 mistakes in data-driven pitches. Berikut uraiannya:
Setelah menganalisis data, PR harus melakukan penulisan dan penyusunan laporan. Namun, sebelum itu, penting bagi PR untuk melihatnya dengan kacamata cara data tersebut disampaikan menjadi narasi secara keseluruhan. Untuk itu, diperlukan seorang pembuat cerita berbasis data yang kompeten sehingga narasi yang disampaikan tidak hanya sekadar menginterpretasikan data, namun dapat menjadi narasi yang menarik.
Risiko memiliki terlalu banyak data dapat menyebabkan kelebihan informasi bagi audiens. Untuk itu, PR harus selektif dalam memilih data yang akan digunakan untuk mendukung pesan agar lebih menarik.
Bahkan, jika perusahaan beroperasi di industri yang sangat teknis dan sarat dengan istilah teknis, penting untuk mengomunikasikan data tersebut secara sederhana dan lugas. Jika data cukup kompleks, gunakan contoh dalam kehidupan sehari-hari, anekdot, atau grafik dan diagram untuk menggambarkan data.
Data yang disampaikan ke publik mestinya menceritakan kisah yang tidak terdengar seperti iklan. Misalnya, dengan menyebutkan “perusahaan makanan cepat saji menemukan bahwa hamburger baik untuk Anda”. Narasi ini justru lebih cenderung menimbulkan sikap skeptis daripada menumbuhkan ketertarikan audiens untuk membaca lebih lanjut.
Perusahaan juga tidak boleh menggunakan riset sebagai cara utama untuk menjual produk atau layanannya secara agresif. Alih-alih dapat diterima sebagai bagian dari PR, kalimat tersebut lebih baik digunakan untuk taktik penjualan langsung.
Maksudnya, data yang disampaikan memerlukan siginifikansi dan relevansi sesuai dengan tempat atau wilayah dilakukannya suatu survei atau penelitian. Misalnya, di Amerika Serikat, survei yang berfokus pada konsumen memerlukan setidaknya 1.000 responden. Atau, pada laporan khusus setidaknya dibutuhkan 300 pengambil keputusan bisnis untuk riset tingkat perusahaan/badan usaha.
Oleh karenanya, jika data kurang layak secara statistik, langkah membagikan data tersebut ke media justru tidak efektif. Sebab, data perlu memiliki signifikansi statistik agar wartawan menganggap riset itu kredibel.
Penting bagi PR untuk memperhatikan bahwa ada strategi, rencana, dan jadwal yang jelas sejak awal tentang cara memaksimalkan akses laporan di berbagai kanal. Laporan berbasis data yang telah disusun dapat juga dibagi ke dalam beberapa materi yang berbeda. Misalnya, dalam bentuk video singkat, presentasi, atau serangkaian blog post yang kemudian dimasukkan ke dalam konten yang berfokus pada penjualan, pemasaran, dan PR. Konten-konten tersebut dapat diunggah ke situs web perusahaan, media sosial perusahaan, dan bahkan juga di editorial.
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa menyiapkan penyajian konten berbasis data memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, ketika praktisi PR dapat menggunakan pendekatan yang tepat, hal ini bisa menjadi langkah yang bermanfaat dan berkelanjutan. Data tidak hanya sekadar digunakan sebagai inisiatif untuk mendukung tujuan perusahaan, namun juga mesti jelas dan menarik bagi audiens yang ingin disasar oleh perusahaan. (mfp)