Hasil Indeks Kerawanan Pemilu 2024 yang dirilis oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menunjukkan kampanye ujaran kebencian dan hoaks mendominasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Simak pesan Bawaslu.
BOGOR, PRINDONESIA.CO – Menjelang pelaksanaan Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merilis Indeks Kerawanan Pemilu 2024 dengan isu strategis kampanye di media sosial di Bogor, Selasa (31/10/2023).
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, seperti yang dikutip dari bawaslu.go.id, mengatakan, peluncuran indeks kerawanan kampanye melalui media sosial ini dilakukan sebagai bentuk mitigasi dan deteksi dini potensi kerawanan pada penyelenggaraan pemilu mendatang. Ia juga menekankan pentingnya belajar dari pengalaman Pemilu 2019. Kala itu, marak hoaks dan kampanye hitam atau black campaign. “Pengalaman itulah yang kemudian mendasari kami meluncurkan indeks kerawanan Pemilu 2024,” ujarnya.
Lantas, bagaimana hasilnya? Menurut Anggota Bawaslu Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Lolly Suhenty, Indeks Kerawanan Pemilu 2024 menunjukkan kampanye melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian di tingkat provinsi mendominasi hingga 50%. Persentase tersebut disusul dengan kampanye mengandung hoaks atau berita bohong (30%) dan kampanye terkait isu suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA (20%).
Dalam pemetaan tersebut, provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi ditempati oleh Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Maluku Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Gorontalo.
Sementara itu, untuk tingkat kabupaten/kota, kampanye bermuatan hoaks atau berita bohong menjadi indikator potensi kerawanan tertinggi (40%). Peringkat tersebut diikuti oleh kampanye ujaran kebencian (33%) dan kampanye mengandung SARA (27%).
Masih dari hasil indeks tersebut, diketahui ada 15 provinsi yang paling rawan isu kampanye melalui media sosial berdasarkan agregasi kabupaten/kota. Provinsi tersebut adalah Papua Selatan, Papua Barat Daya, DKI Jakarta, Kepulauan Bangka Belitung, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Maluku Utara, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.
Merujuk dari data indeks tersebut, Lolly yang sebelumnya menjabat sebagai Koordinator Divisi Humas Bawaslu Jawa Barat tersebut berpesan kepada seluruh jajaran pengawas pemilu di 15 provinsi yang dinilai paling rawan ini agar tidak gaptek alias gagap teknologi (gaptek). (mfp)