Story telling menjadi nafas baru yang menghidupkan komunikasi, menggugah emosi, dan menciptakan makna di era kebisingan dunia digital.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Program Studi Sains Komunikasi MNC University kembali menggelar kuliah praktisi dengan menghadirkan Program Director Radio RDI 97.1 FM MNC Radio Group Tomi Hernawan pada Kamis (24/4/2025).
Dijelaskan oleh dosen mata kuliah Story Telling MNC University Felisianus N. Rahmat, kuliah praktisi kali ini diharapkan dapat membuka akses lebih luas bagi mahasiswa untuk belajar dan mengeksplorasi tentang story telling, khususnya di dunia radio.
Dalam kesempatan tersebut, lanjut pria yang karib disapa Andri itu, mahasiswa tidak hanya dijejali materi, tetapi juga diajak untuk mengasah kemampuan lewat praktik langsung. “Sehingga mereka bisa menjadi story teller yang kreatif untuk dibagikan melalui konten-konten di media sosialnya,” ujarnya.
Sementara itu, Tomi dalam pemaparannya menjelaskan, story telling merupakan keahlian wajib bagi setiap komunikator. Dalam konteks penyiar radio, terangnya, keahlian ini merupakan kekuatan utama yang perlu terus diasah. “Salah satu kekuatan penyiar adalah bagaimana dia bisa menarik perhatian dan membangun kedekatan emosional atau membangun imajinasi para pendengar. Itu tidak mudah serta butuh latihan,” ucapnya.
Praktisi PR Juga Butuh Keahlian “Story Telling”
Sebagaimana dikatakan Tomi, story telling dewasa ini merupakan keahlian wajib setiap komunikator, tak terkecuali bagi public relations (PR). Sebab, melalui cerita, sebuah organisasi dapat menciptakan keterikatan emosi yang menimbulkan kepercayaan dari publiknya.
Seperti pernah disampaikan pendiri sekaligus CEO PR INDONESIA Group Asmono Wikan dalam webinar kolaborasi PR INDONESIA dengan Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI), Selasa, (18/3/2025), dewasa ini PR tidak lagi sebatas penyampai informasi. Menurutnya, PR sudah bertransformasi menjadi perangkai narasi yang menggugah emosi. “PR sebagai pendongeng dalam organisasi dapat mengorkestrasi persepsi positif publik melalui kerja komunikasi yang terstruktur, masif dan sistematis,” ucapnya.
Terlebih saat krisis, lanjut Asmono, kekuatan story telling menjadi sangat penting. Ketika PR mampu menghadirkan narasi yang transparan, empatik, dan relevan, hal itu dapat mengubah persepsi negatif menjadi sebuah dukungan. Alhasil, tandas Asmono, kinerja PR sebagai pendongeng pun tidak sia-sia. (eda)