Tidak ada yang dapat kembali ke masa komunikasi sebelum itu. Untuk itu, dibutuhkan penyesuaian. Termasuk dalam hal mengharmonisasikan antara komunikasi tradisional dengan digital.Tidak ada yang dapat kembali ke masa komunikasi sebelum itu. Untuk itu, dibutuhkan penyesuaian. Termasuk dalam hal mengharmonisasikan antara komunikasi tradisional dengan digital.
TANGERANG SELATAN, PRINDONESIA.CO – Revolusi teknologi telah mengubah cara manusia berkomunikasi dan berinteraksi. Mulai dari cara mengirim pesan instan setiap hari, melakukan konferensi melalui video, atau menjalin pertemanan secara virtual. Pandemi juga turut mengakselerasi komunikasi digital. Hal ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi praktisi dan akademisi komunikasi untuk terus berinovasi.
Namun, para praktisi komunikasi meyakini prinsip dasar komunikasi yang efektif tidak akan pernah lekang oleh waktu. Yakni, memberikan pesan kepada penerima dengan saluran yang tepat dan memberikan serta mengakomodasi umpan balik.
Isu ini menjadi pembahasan hangat di acara 7th International Conference of Corporate and Marketing Communication (ICCOMAC) 2023 bertajuk “Revisiting Communication: Integrating Basics with Digital” yang diadakan di kampus Unika Atma Jaya, Tangerang Selatan, Senin (23/10/2023).
Dalam sambutannya, Rektor Unika Atma Jaya A. Prasetyantoko mengatakan, penyelenggaraan ICCOMAC 2023 kali ini didasari oleh berkembangnya teknologi digital selama pandemi dan pascapandemi. Untuk itu, mengintegrasikan antara komunikasi tradisional dengan digital menjadi sangat penting. “Komunikasi di masa pandemi ibarat one way ticket, kita tidak bisa kembali berkomunikasi seperti masa sebelum pandemi,” katanya.
Menyambung pernyataan Prasetyantoko, Associate Professor dan Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atmajaya Prof. Dorien Kartikawangi mengatakan, terdapat dua lanskap komunikasi. Pertama, dasar-dasar komunikasi tradisional. Kedua, teknologi digital kontemporer.
Dalam penelitiannya bertajuk Digital Harmony: Bridging Timeless Communication Principles with Modern Organizational Innovation, Prof. Dorien mengatakan, perpaduan antara komunikasi tradisional dengan modern dapat menghasilkan beragam manfaat. Di antaranya, organisasi dapat menjalin hubungan yang mendalam dengan stakeholder, menumbuhkan kepercayaan, dan memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat global yang terinformasi dan bersatu.
Menurutnya, praktisi komunikasi perlu meninjau kembali seni dalam komunikasi. Sebab, hal ini merupakan pintu gerbang menuju keunggulan dalam komunikasi organisasi.
Menepis Kegundahan
President of International Communication Association Prof. Eun-Ju Lee mengatakan, komunikasi bukan lagi tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh manusia. Kini, komunikasi di samping berperan mentransfer pesan antara sesama manusia, juga dapat berfungsi sebagai mediator dan komunikator yang berpartisipasi aktif dalam mengonstruksikan pesan yang dirancang untuk khalayak massal atau penerima individu.
Dalam penelitiannya yang berjudul Artificial Intelligence & Human Communication, Prof. Lee membahas tentang cara orang mengevaluasi dan merespons kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) yang berperan sebagai komunikator, seperti jurnalis, moderator komentar pengguna, hingga pemeriksa fakta (fact checker) yang menandai informasi mencurigakan.
Ia menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara tingkat kepercayaan masyarakat terhadap komunikator manusia dengan mesin. Bahkan masyarakat cenderung tidak peduli jika informasi tersebut dihasilkan oleh manusia atau mesin.
Prof. Lee melanjutkan, masyarakat justru akan peduli apabila informasi tersebut mengganggu mereka. “Stereotipe masyarakat tentang AI juga dapat memengaruhi cara mereka memproses pesan,” ujar Profesor dari Seoul National University ini.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Lee juga menjawab kegundahan terancamnya profesi praktisi komunikasi oleh AI. Menurutnya, masih butuh waktu lama untuk menggantikan komunikator manusia dengan mesin. “Saat ini, saya kira kita hanya perlu mempersiapkan model integratif komunikasi manusia dan mesin, sehingga manusia dapat menguasai kapabilitas dalam mengelolanya,” pungkasnya. (rvh)