Penataan Komunikasi Pemerintah Butuh Media yang Sehat Bukan “Buzzer”
PRINDONESIA.CO | Senin, 14/04/2025
Penataan Komunikasi Pemerintah Butuh Media yang Sehat Bukan “Buzzer”
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR Dr. Suko Widodo, DRs., MSi.,
doc/unair

SURABAYA, PRINDONESIA.CO - Dinamika politik hari ini telah menjadikan komunikasi publik sebagai nadi yang harus dijaga denyutnya. Sebab, hanya dengan itu pemerintah dapat mengomunikasikan berbagai kebijakan kepada masyarakat dengan lancar. Sayangnya, dalam praktiknya komunikasi publik yang dijalankan pemerintah masih jauh dari kata baik. Dampaknya, publik dilingkupi ketidakpastian informasi yang kemudian melahirkan ketidakpercayaan.

Dalam situasi tersebut, penataan ulang komunikasi publik pemerintah menjadi hal yang harus disegerakan. Sebab, kata dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR Dr. Suko Widodo, DRs., MSi., dalam sistem demokrasi pemerintah memiliki kewajiban untuk melayani rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

“Namun, dalam praktiknya, cara komunikasi pemerintah seringkali menempatkan diri seolah lebih berkuasa, alih-alih berperan sebagai pelayan publik. Diksi yang digunakan oleh juru bicara kepresidenan maupun kementerian terkadang terkesan instruktif dan kurang menunjukkan empati terhadap rakyat,” ujar Suko pada UNAIR News, Rabu (9/4/2025).

Lebih lanjut Suko menerangkan, pada prinsipnya komunikasi itu irreversible, alias tidak bisa ditarik ulang. Oleh karena itu, tegasnya, penting bagi lembaga pemerintah untuk menemukan dan memahami setiap persoalan sebelum mengeluarkan pernyataan. “Jadi, pemerintah jangan reaktif, tapi responsif,” imbuhnya.

Sikap cenderung reaktif, kata Suko, jika dilakukan berulang hanya akan menggerus citra positif yang dibangun dengan susah payah. Muara dari itu semua adalah menurunnya kredibilitas dan legitimasi pemerintah, yang akan tandai dengan maraknya aksi unjuk rasa.  

“Buzzer”

Dalam konteks kekinian, kontroversi yang dipicu pernyataan pejabat pemerintahan kerap disikapi dengan mengerahkan buzzer (pendengung) guna membentuk ulang persepsi publik. Padahal, menurut Suko, peran buzzer cenderung bermaksud instruktif, bukan membangun kesadaran, “Seharusnya di dalam demokrasi yang bagus, terdapat media yang sehat,” tegasnya.

Adapun media yang sehat, paparnya, adalah media yang independen, tidak berpihak pada kepentingan tertentu, dan berkomitmen pada prinsip transparansi serta objektivitas.  “Fungsi utama media adalah membangun kesadaran publik dan menjalankan peran kontrol terhadap rezim yang berkuasa,” pungkasnya. (eda).

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI