Menyoal Rentetan Teror Terhadap Tempo
PRINDONESIA.CO | Selasa, 25/03/2025
Menyoal Rentetan Teror Terhadap Tempo
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi
doc/metrotvnews.com_kautsar

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Beberapa waktu lalu redaksi Tempo mengalami semacam teror. Tepatnya pada Rabu, (19/3/2025), wartawan Tempo Fransisca (Cica) Rosana yang belakangan dikenal lewat siniar Bocor Alus Politik, mendapat kiriman paket dari orang tak dikenal. Setelah dibuka, paket tersebut berisi potongan kepala babi tanpa kuping.

Berselang beberapa hari, pada Sabtu (22/3/2025), kantor Tempo kembali mendapat paket tanpa tanda pengirim berisikan enam bangkai tikus dengan kepala terpenggal. “Kotak yang sedikit penyok itu dibungkus dengan kertas kado bermotif bunga mawar merah, ketika dibuka isinya tikus,” ujar Agus, petugas kebersihan kantor Tempo.

Menyikapi dua paket tersebut, Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra menegaskan, hal tersebut merupakan bentuk teror terhadap kerja jurnalistik dan kebebasan pers. “Jika tujuannya untuk menakuti, kami tidak gentar. Tapi, setop tindakan pengecut ini,” tegas Setri dalam keterangannya, Sabtu (22/3/2025).

Teror terhadap Tempo pun menuai respons berbagai pihak. Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid bahkan mendesak otoritas negara, termasuk aparat, untuk segera mengusut teror tersebut. Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, yang mengimbau aparat penegak hukum untuk bertindak, agar kejadian serupa tidak terulang. 

Berbeda dengan dua sosok di atas, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi justru menilai paket yang dialamatkan kepada wartawan Tempo itu bukan suatu ancaman. Ia bahkan menyarankan agar kiriman kepala babi tersebut dimasak saja.

Sementera itu, Politikus Gerindra sekaligus anggota Komisi III DPR RI Muhammad Rahul seakan mengajak publik untuk tidak buru-buru menganggap dua kiriman untuk Tempo itu sebagai aksi teror. “Secara hukum, belum dapat dikatakan sebagai teror kepada jurnalis karena belum ada putusan pengadilan yang sah terkait siapa pelakunya. Oleh sebab itu kita perlu mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ujarnya pada Senin (24/3/2025).

Bisa Menggerus Sentimen Positif

Menurut dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fajar Junaedi, respons negara atas apa yang menimpa Tempo justru menggerus sentimen positif terhadap pemerintah dalam konteks pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Pernyataan nirempati dari Hasan Nasbi alih-alih meningkatkan sentimen positif publik terhadap pemerintah, justru akan menggerusnya," ucapnya lewat keterangan tertulis kepada PR INDONESIA, Senin (24/3/2025).

Secara tidak langsung, lanjut Fajar, Hasan lewat pernyataannya melupakan posisi pers sebagai pilar keempat demokrasi. Bahkan menurutnya, Hasan ikut menormalisasi ancaman terhadap kebebasan pers. Dalam hal ini, terangnya, dukungan media terhadap demokrasi bisa jadi menyusut. Padahal, dalam teori Agenda Setting, keberadaan media sangat penting dalam menciptakan agenda publik.

Sebagaimana Usman dan Ninik, Fajar turut mendesak pemerintah untuk menjamin dan melindungi keselamatan warga negaranya, termasuk dari tindakan teror dan intimidasi seperti yang kini dihadapi Tempo. "Represi terhadap kebebasan pers telah terjadi di berbagai daerah sebelumnya, kini di pusat pemerintahan, teror kebebasan pers telah dinormalisasi. Saatnya masyarakat sipil perlu bersatu menyuarakan dukungannya kepada pers," tutup Fajar. (eda)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI