PERPAMSI menyoroti pentingnya peran strategis PR dalam membangun kesadaran dan mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada keberlanjutan industri air minum.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Industri air minum tanah air menghadapi berbagai tantangan besar dalam lima tahun terakhir. Mulai dari perizinan yang kompleks, hingga regulasi yang kurang berpihak pada pengelola air. Ditambah lagi beban pajak air tanah dan kebijakan lainnya, membuat upaya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengalami stagnansi bahkan cenderung menurun dalam pelayanan.
Di tengah situasi tersebut, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menyoroti soal swasembada air di dalam salah satu poin Asta Cita. Menyikapinya, Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) pun menyatakan kesiapan mendukung pencapaian target tersebut. “Namun, dibutuhkan usaha yang luar biasa,” ujar Direktur Eksekutif PERPAMSI Subekti dalam webinar Peran Strategis Humas & Dampaknya bagi Keberlanjutan Bisnis Perusahaan berkolaborasi dengan PR INDONESIA, Selasa (18/3/2025).
Hal tersebut disampaikan Subekti merujuk kepada tsunami regulasi terkait pengelolaan air minum, dan situasi terkini di lapangan. Ia menjelaskan, sejauh ini Indonesia baru memiliki total 22 persen layanan pipa air bagi masyarakat. Adapun pemerintah, katanya, mencanangkan target jangkauan layanan air minum perpipaan mencapai 40 persen di 2029. “Sektor air perlu didekati bukan dari aspek teknis saja, melainkan juga sisi willingness politik juga,” imbuhnya.
Di samping itu, lanjut Subekti, tambahan pelanggan PDAM hanya 500-700 ribu sambungan rumah per tahun. Angka yang tidak sebanding dengan pertambahan penduduk itu, tambahnya, praktis membuat tingkat pelayanan menurun terutama dalam lima tahun terakhir. “Tingkat layanan kita terendah di Asia Tenggara. Keamanan air minum di Indonesia terendah,” ucapnya.
PR Sebagai “Amplifier”
Untuk mengatasi tantangan ini, Subekti menekankan pentingnya revisi kebijakan, disusul dengan harmonisasi regulasi antar pihak, dan kolaborasi melalui pendekatan pentahelix yang melibatkan berbagai pihak termasuk operator air minum, dunia usaha, pemerintah, universitas, media, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM), guna mendorong perubahan kebijakan yang lebih ramah terhadap sektor air minum.
Selaras, Subekti turut menyoroti peran penting praktisi public relations (PR) untuk membangun serta memelihara hubungan baik dengan pemangku kepentingan, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu air minum.
Dalam hal ini, jelasnya, PERPAMSI telah melahirkan sejumlah inisiatif seperti pembentukan forum kehumasan, optimalisasi media digital, hingga advokasi melalui gelaran Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) dan Indonesia Water Forum (IWF). “Teman-teman praktisi PR bisa menjadi amplifier kami sehingga permasalahan air ini bisa menjadi perhatian pemerintah, dan pengambil kebijakan dapat lebih mengerti tentang air minum,” pungkasnya. (eda)