Menyoal Kemerosotan Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintah
PRINDONESIA.CO | Kamis, 13/03/2025
Menyoal Kemerosotan Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintah
Presiden Prabowo saat berpidato
doc: Istimewa

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Kepercayaan publik merupakan hal penting yang harus dipegang oleh setiap pemerintah. Sebab, hanya dengan itu masyarakat mau mendukung kebijakan, dan berpartisipasi dalam program yang ditetapkan. Sayangnya, hal penting tersebut yang belum sempat digenggam Presiden Prabowo Subianto dalam lima bulan pertama pemerintahannya.

Alih-alih menghimpun kepercayaan publik, pelbagai langkah, kebijakan, dan kasus-kasus yang bergulir di pemerintahannya justru menggerus kepercayaan publik hingga titik nadir. Dalam konteks ini, Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini berpendapat, komunikasi publik yang tidak terarah turut berkontribusi terhadap kemerosotan tersebut. Belum lagi soal hoaks yang menurut riset LP3ES justru sering berasal dari institusi negara.

Lebih lanjut Prof. Didik mengurai, dominasi buzzer (pendengung) politik di media sosial juga ikut mendorong kemerosotan kepercayaan publik. “Para buzzer ini tidak memiliki kedudukan yang jelas, apakah bagian dari civil society, LSM, atau wakil pemerintahan,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk “Kepercayaan Publik yang Hilang: Urgensi Kredibilitas Komunikasi Pemerintahan Prabowo” yang diselenggarakan Universitas Paramadina, Selasa (11/3/2025).

Menurut Prof. Didik, jika memang para buzzer difungsikan sebagai “relawan”, baiknya pemerintah mengoptimalkan orang-orang yang berada di dalam institusi resmi seperti Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dengan itu, katanya, publik dapat melakukan kontrol dan menagih transparansi atas kerja-kerja yang dilakukan.

Sementara itu dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina Abdul Rahman Ma’mun mengatakan, dalam situasi sekarang pemerintah perlu mementingkan komunikasi yang berorientasi kepada fungsi alih-alih personalisasi pejabat.

Ia juga menyoroti perlunya pembenahan tata kelola komunikasi, menyusul jamaknya pernyataan inkonsisten dari pihak-pihak pemerintah terkait isu yang sama. “Publik tidak peduli siapa yang menyampaikan informasi, yang mereka inginkan adalah transparansi dan konsistensi,” tegasnya.

Kepercayaan Publik

Sorotan yang sama juga diberikan Kepala Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo. Menurut pria yang juga peneliti media tersebut, pola komunikasi pemerintah saat ini masih jauh dari kata jelas dan transparan.

Soal inkonsistensi, terangnya ketika dihubungi PR INDONESIA pada Selasa (24/12/2024), salah satunya bisa dilihat dari respons pemerintah terhadap isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Aksi saling lempar tanggung jawab antar pejabat tinggi, katanya, mengakibatkan kebingungan di masyarakat yang kemudian memunculkan ketidakpercayaan (trust issue).

Selain mengoptimalkan peran dan fungsi Kantor Komunikasi Kepresidenan berikut juru bicaranya, Kunto menilai, upaya lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kepercayaan publik adalah dengan komitmen tegas untuk tidak mengulangi kesalahan.

Di samping itu, tambahnya, pemerintah juga harus gencar mengupayakan partisipasi publik lewat dialog atau membuat wadah khusus agar masyarakat dapat menyampaikan gagasan secara bebas. “Pemerintah juga harus lebih bijak mengambil sikap atas berbagai kebijakan yang diluncurkan. Bukan sekadar cepat, tapi perlu kehati-hatian dengan melibatkan publik, sehingga dapat mewujudkan komunikasi transparan yang kemudian dapat meningkatkan kepercayaan publik,” pungkasnya. (eda)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI