Berkat Joglo Larva Center, pengelolaan sampah mandiri tidak lagi sebatas utopia. Ia adalah sesuatu yang bisa dimulai dan direplikasi di banyak tempat.
BEKASI, PRINDONESIA.CO – Di tengah kompleksitas persoalan sampah organik yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), harapan baru lahir dari sebuah gerakan akar rumput Joglo Larva Center (JLC) yang diprakarsai Mulyanto Diharjo sebagai pusat edukasi, kultivasi, dan pengolahan sampah organik berbasis larva Black Soldier Fly (BSF) atau maggot.
Di JLC, sampah organik bukan hanya limbah, melainkan sumber daya baru yang dapat dikonversi menjadi pakan ternak dan pupuk organik."Sampah bukan musuh, tapi berkah jika kita tahu cara mengelolanya. Maggot adalah jembatan yang menghubungkan sampah organik dengan solusi ekonomi dan ekologi,” ujar Mulyanto dalam satu kesempatan.
Mulyanto menjelaskan, JLC hadir dengan visi menyelesaikan masalah sampah secara sederhana, bernilai ekonomi, dan ramah lingkungan. Untuk mewujudkannya, JLC menetapkan sejumlah misi. Di antaranya mengajak warga RW 12 Jatiasih untuk menyelesaikan masalah sampah secara mandiri, dan memasyarakatkan pengelolaan sampah yang efektif, bernilai ekonomi tinggi, dan ramah lingkungan melalui budidaya maggot.
Saat ini, Mulyanto tengah memperjuangkan mimpinya mendirikan 1.000 kandang maggot di seluruh wilayah Bekasi dan sekitarnya. Selain dapat membantu mengurangi beban TPA, ia berharap inisiatif tersebut bisa menjadi motor pembuka lapangan usaha ramah lingkungan, sekaligus pendorong kemandirian ekonomi masyarakat “Kalau setiap kampung punya satu kandang maggot, kita bisa mengurangi beban TPA secara drastis,” ucapnya.
Menurut Mulyanto, potensi ekonomi dari budidaya maggot sangat luas. Mulai dari penjualan maggot segar atau kering sebagai pakan ternak, produksi pupuk organik dari hasil biokonversi limbah, hingga pengolahan produk turunan seperti pelet, kompos cair, dan bioaktivator. Seluruh proses ini, katanya, memberikan peluang usaha yang inklusif dan mudah dijalankan oleh ibu rumah tangga, pemuda desa, kelompok tani, hingga komunitas urban.
Pendidikan Lingkungan
Selain mengolah maggot, JLC juga aktif dalam kegiatan edukatif tentang ekonomi sirkular, pengelolaan limbah, dan urban farming, hingga pemberdayaan seperti pelatihan masyarakat, pelajar, dan mahasiswa pascasarjana. Adapun saat ini, JLC tengah menjalin kolaborasi dengan Magister Bisnis dan Administrasi (MBA) Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam program Immersion.
Selama kegiatan, terang Mulyanto, mahasiswa tidak hanya belajar proses teknis kultivasi maggot dan pengolahan limbah, tetapi juga terlibat dalam penyusunan strategi komunikasi, edukasi digital, hingga peningkatan visibilitas JLC melalui berbagai platform media. Fokus utamanya adalah menginspirasi lebih banyak orang untuk ikut dalam gerakan pengelolaan sampah mandiri.
Perjuangan Mulyanto mengembangkan sistem pengelolaan sampah organik melalui maggot tidak hanya menjadikannya local hero Bekasi. Pengaruhnya telah meluas ke berbagai daerah. Tak sedikit pihak yang telah menjadikan JLC sebagai model percontohan pengelolaan sampah berkelanjutan. "Saya hanya ingin meninggalkan alam yang lebih bersih, sistem yang lebih berdaya, dan masyarakat yang lebih mandiri untuk generasi selanjutnya." tandasnya.
JLC menjadi simbol harapan bahwa pengelolaan sampah bukan utopia. Ia adalah sesuatu yang bisa dimulai dan direplikasi di banyak tempat. Jika satu kandang maggot bisa mengolah puluhan kilogram sampah setiap hari, bayangkan dampak yang bisa dihasilkan dari 1.000 kandang di seluruh Indonesia. Hal itu yang selalu ditekankan Mulyanto. (adv)