Menyusul kritik yang tidak putus diarahkan publik kepada pemerintah menyoal Danantara, badan pengelola investasi itu tampak mulai mencicil kerja komunikasi yang bertujuan membangun kesepahaman dan meraih dukungan masyarakat.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Presiden Prabowo Subianto belum lama ini meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Sejak awal kabar Danantara akan dijalankan sebagai semacam super holding seperti Temasek, sorotan dan kritik dari publik tak putus diarahkan. Mayoritas dari mereka yang mengkritik menyoroti soal risiko dan kurangnya transparansi.
Menariknya, kritik terhadap ide pemerintahan baru itu tidak hanya datang dari masyarakat umum atau pihak oposisi. Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran yang merupakan mantan Chief Economics Bank Indonesia Ferry Latuhihin, bahkan menjadi salah satu orang yang vokal mengkritik Danantara. “Saya merasa visi-misi Danantara itu tidak masuk akal,” ujarnya dalam wawancara bersama Narasi yang tayang di kanal YouTube Narasi Newsroom, Selasa (4/2/2025).
Menurut Ferry, ada alternatif lain bagi pemerintah jika tujuan pembentukan Danantara adalah mengelola dividen sebanyak 1-5 persen dari keuntungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk kemudian diinvestasikan. “Kalau cuma itu tujuannya, kenapa harus membentuk super holding. Saya usulkan, mending membentuk fund saja,” imbuhnya.
Soal risiko dan transparansi juga disoroti alumnus Erasmus University Rotterdam itu, dengan merujuk kepada respons pasar saham yang sangat negatif terhadap Danantara, dan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Baginya, hal tersebut jelas menggambarkan bahwa pasar saham tidak memiliki kepercayaan dan ketertarikan terhadap Danantara.
Upaya Sosialisasi
Menyaksikan dinamika yang tercipta bahkan sejak sebelum Danantara diresmikan, unit komunikasi di badan pengelola investasi itu dapat dipastikan sedang menghadapi pekerjaan rumah yang besar. Namun, hal itu tampaknya sudah mulai dicicil lewat acara BNI Investor Daily Round Table yang berlangsung di Grand Ballrom The Ritz-Carlton, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Dalam kesempatan itu, Chief Operation Officer Danantara Donny Oskaria menggarisbawahi tujuan pembentukan Danantara adalah untuk memperkuat fundamental BUMN dan mengurangi risiko fraud. “Danantara akan mengelola aset dividen BUMN, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Konsekuensi dari itu, apabila Danantara mengalami kerugian, maka bukan merupakan kerugian negara,” paparnya dalam keterangan resmi yang PR INDONESIA terima, Sabtu (1/5/2025).
Donny juga menekankan, pengawasan terhadap Danantara dilakukan secara berlapis, termasuk audit yang dapat dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. “Penempatan personel di Danantara didasarkan pada kompetensi dan profesionalisme untuk memastikan pengelolaan dilakukan oleh individu yang qualified,” imbuhnya.
Menambahkan Donny, Chief Investment Officer Danantara Pandu Patria Sjahrir menjelaskan, fokus dari dibentuknya Danantara adalah personalisasi investasi dan pengembangan keterampilan bernilai tinggi. Adapun di periode awal ini, katanya, Danantara berfokus mengurusi tata kelola dan manajemen risiko. “Kami mohon dukungan dari seluruh pihak,” ucapnya.
Melengkapi upaya komunikasi yang telah dicicil Danantara, Guru Besar Bidang Kolaborasi dan Intergovernmental Management Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Diponegoro, Prof. Hardi Warsono dalam sesi Konferensi Anugerah HUMAS INDONESIA (AHI) 2023, Rabu (1/11/2023) pernah menyampaikan, dalam membangun kepercayaan dan partisipasi publik, transparansi harus senantiasa dikedepankan.
Dalam konteks Danantara, pernyataan Hardi dapat ditindaklanjuti dengan menghadirkan layanan informasi secara berkesinambungan melalui berbagai macam saluran yang mudah diakses publik. Dengan itu, pemerintah dapat memastikan stakeholder memperoleh pemahaman, sehingga mau memberikan dukungan terhadap program dan kebijakan. Keterbukaan informasi, tandas Hardi, membuat masyarakat lebih mudah menjalankan peran mengawasi, menilai, dan memastikan dana publik digunakan pemerintah secara benar. (eda)