Para peserta Insan PR INDONESIA 2023 menyoroti pengelolaan krisis yang terjadi di perusahaan sebagai salah satu aspek penting dalam menjalani profesi sebagai praktisi public relations (PR).
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Krisis adalah bagian tak terhindarkan dalam instansi atau organisasi. Dalam konteks penanganan krisis, praktisi PR menjadi garda terdepan dalam menjaga reputasi dan citra organisasi.
Kondisi krisis yang bisa muncul kapan saja membuat praktisi PR mesti sigap dalam upaya pemulihan reputasi instansi. Hal ini juga ditekankan oleh Kepala Biro Humas dan Protokol Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta Sinta Maharani di hadapan dewan juri Insan PR INDONESIA 2023 dalam sesi penjurian hari ketiga yang dilaksanakan secara virtual, Kamis (14/9/2023).
Dalam paparannya, Sinta mengambil studi kasus salah satu mahasiswanya yang melakukan praktik di rumah sakit diduga melanggar kode etik dan melecehkan profesi keperawatan. Kasus tersebut viral usai video TikTok yang menampilkan perbuatan yang dilakukan mahasiswi tersebut muncul di platform Twitter hingga mendapatkan komentar negatif dari netizen pada awal Juni 2022.
UNISA Yogyakarta melalui Biro Humas dan Protokol pun langsung mengambil sikap. Dalam penanganan kasus yang berpotensi mencoreng citra kampus tersebut, Sinta mengungkapkan bahwa timnya segera menentukan prosedur penanganan krisis yang terdiri dari empat tahapan. Pertama, tahap respons dan aktivasi tim dengan maksimal 1x24 jam sejak informasi diterima. Kedua, tahap perencanaan manajemen krisis. Ketiga, tahap tindakan penanganan krisis. Terakhir, tahap pasca krisis dan pelaporan.
Dalam merespons kasus tersebut, perempuan peraih gelar magister bidang Ilmu Komunikasi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta itu menuturkan bahwa UNISA tak menampik kasus tersebut dilakukan oleh mahasiswinya sendiri. “Kami menyampaikan permintaan maaf juga di platform Twitter dan langkah berikutnya yang diambil pihak kampus,” lanjutnya. Hasilnya, UNISA Yogyakarta berhasil meningkatkan pemberitaan dengan sentimen positif sebesar lima persen di bulan Juni 2022 serta peliputan oleh media yang turut mengalami peningkatan dalam kurun waktu yang sama.
Tantangan Manajemen Isu dan Krisis
Manajemen isu dan krisis turut menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan pelat merah. Salah satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang ketenagalistrikan, PT PLN (Persero). Hal itu yang dirasakan oleh Vice President Komunikasi Korporat PT PLN (Persero) Grahita Muhammad. Ketika awal menjabat di posisi sekarang, Grahita menemukan bahwa sentimen percakapan negatif tentang PLN di berbagai media masih relatif tinggi. Yakni, 18 persen di media sosial, 10 persen di media cetak, sembilan persen di media penyiaran, dan dua persen di media online. “Berkat kondisi itulah saya ingin membenahi pengelolaan isu dan krisis di perusahaan,” ujarnya.
Masalah lainnya yang turut memperkeruh suasana adalah ketidakseragaman dari pelaksana komunikasi di seluruh unit PLN di Indonesia. Bahkan, hal itu juga ditemukan di unit PLN daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Untuk langkah perbaikan, pria kelahiran Surakarta tersebut melakukan dua inisiatif utama. “Pertama adalah perbaikan sumber daya manusia dan yang kedua adalah membangun sistem,” terangnya. Salah satu sistem yang dibangun Grahita adalah WAR Room untuk memonitor pergerakan isu pemberitaan dan sentimen di setiap platform media. “Hasilnya, sistem ini berjalan efektif dengan sentimen negatif di media sosial bisa turun hingga 10 persen dan sentimen negatif di seluruh media massa hanya berada di angka satu persen saja,” tutupnya.
Manajemen pengelolaan krisis juga menjadi perhatian PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Menurut Public Relations Manager PT Waskita Karya (Persero) Tbk Isbir Farhan, perusahaan BUMN di bidang konstruksi tersebut memiliki empat aspek kunci dalam pengelolaan krisis yang disebut sebagai 4R key factor. Pertama, ready, atau siap terhadap sinyal krisis yang diberikan. Kedua, respond, yakni dengan menyiapkan respons pada masing-masing tingkat urgensinya serta melakukan berbagai strategi komunikasi. “Strateginya ada empat, yaitu manajemen isu, internal engagement, komunikasi bisnis, dan penguatan dukungan publik melalui narasi oleh pengamat,” jelasnya.
Ketiga, recover, yakni dengan terus memperbarui informasi khususnya kepada pihak eksternal terkait progres perbaikan yang telah dilakukan. Terakhir, restore, adalah dengan fokus pada profitabilitas melalui pemilihan proyek yang selektif, konsisten menghadirkan dampak yang lebih besar, serta menjaga kepercayaan investor dan publik. (mfp)