Perum Jasa Tirta (PJT) I menegaskan pentingnya komunikasi transparan dan terintegrasi untuk mendukung Asta Cita serta memperkuat hubungan dengan masyarakat.
SURABAYA, PRINDONESIA.CO - Komunikasi publik ibarat roda yang dapat memastikan pesan dari suatu organisasi sampai, diterima, dan dapat memengaruhi pandangan maupun tindakan masyarakat. Pemahaman akan hal itu yang kemudian membuat Perum Jasa Tirta (PJT) I menggelar Workshop Komunikasi 2025 di Surabaya pada Sabtu (1/3/2025), dengan harapan dapat memperkuat komunikasi publik di tubuh perusahaan.
Disampaikan oleh Direktur Utama (PJT) I Fahmi Hidayat, penguatan komunikasi publik perusahaan sekaligus dapat mendorong kesuksesan implmentasi Asta Cita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam konteks ini, Fahmi menilai, komunikasi yang terbuka, transparan, dan terintegrasi dari pusat hingga ke level terbawah, akan mendekatkan perusahaan dengan masyarakat.
“Sebagai BUMN yang mengelola sumber daya air, kami terus berupaya meningkatkan kualitas layanan dan memperkuat hubungan dengan masyarakat,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu (2/3/2025).
Transparansi Menjadi Kunci
Turut hadir dalam workshop tersebut Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla, yang berbagi pandangan terkait upaya membangun komunikasi strategis yang bisa dilakukan BUMN dan insan BUMN, berikut wawasan mengenai strategi komunikasi yang selaras dengan Asta Cita dan fokus kementerian yang dipimpin Erick Thohir itu.
Dalam hal ini, Putri menekankan pentingnya transparansi dalam penyampaian informasi kinerja perusahaan yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Tak ketinggalan, ia turut menitipkan masukan tentang cara menghadapi media, dan soal strategi pengembangan branding perusahaan. “Pemanfaatan media massa dan media sosial dapat menjadi sarana klarifikasi atas berita tidak sesuai,” ucapnya.
Tidak bisa tidak, komunikasi publik harus dipandang strategis dalam implementasi kebijakan atau dalam hal ini Asta Cita pemerintah. Sebagaimana sempat diterangkan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina Prabu Revolusi di ajang World Public Relations Forum 2024 di Bali, Kamis (21/11/2024), komunikasi publik yang buruk dapat membuat kebijakan dengan substansi baik sekalipun tidak diterima oleh masyarakat.
Dalam konteks ini, jelas pria yang sempat menduduki bangku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) itu, kebijakan publik yang berjalan kurang baik tidak selalu dikarenakan buruknya substansi. Melainkan, karena kebijakan tidak dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat umum. “Sehingga masyarakat tidak memahami mengenai isi utama dari kebijakan itu," pungkasnya. (eda).