Masa Depan Penuh Tantangan Media Massa Konvensional
PRINDONESIA.CO | Senin, 24/02/2025
Masa Depan Penuh Tantangan Media Massa Konvensional
Caption: Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita dalam sesi conference Satu Dekade PR INDONESIA Awards (PRIA) 2025, Senin (24/2/2025) di Graha Pos Indonesia, Bandung.
PRINDONESIA/Yoga

BANDUNG, PRINDONESIA.CO - Digitalisasi telah menciptakan disrupsi di berbagai sektor, salah satunya pada industri media massa. Dari yang sebelumnya media massa berbasis cetak, beralih ke ranah daring, hingga kini dituntut lebih inovatif dan adaptif dengan ekosistem digital agar tetap relevan dan terus bertahan di tengah gerusan zaman. 

Dalam konteks ini, Ketua Umum Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita mengurai, terdapat sederet tandangan yang harus dilewati media massa agar bisa relevan dan bertahan. Disampaikannya dalam sesi conference Satu Dekade PR INDONESIA Awards (PRIA) 2025, Senin (24/2/2025) di Graha Pos Indonesia, Bandung, tantangan cukup merentang dari kehadiran citizen report di media sosial.

Menurut Januar, popularitas citizen report dewasa ini telah menciptakan persaingan kurang sehat antara media pers dengan media sosial. Disebut kurang sehat karena dalam praktiknya media sosial tidak terikat sejumlah regulasi seperti Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik sebagaimana media massa konvensional. “Contohnya, podcast yang dibawakan selebritas sambil merokok. Hal yang sama tidak boleh dilakukan oleh media pers,” ujarnya.

Januar melanjutkan, dalam kaitannya dengan penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian, media sosial seakan menjadi wadah sementara media massa bertanggung jawab dalam meluruskannya. Hulu dari semua ini, katanya, adalah regulasi yang belum mengikat citizen report. “Kebijakan negara juga perlu mengatur sehingga industri sehat dan berkelanjutan,” imbuhnya.

Menyiasati Tantangan

Guna menjawab tantangan tersebut, Januar menjelaskan, hal pertama yang perlu dikedepankan adalah kesadaran organisasi pers untuk adaptif terhadap setiap perubahan, termasuk di dalamnya pemanfaatan teknologi digital seperti artificial intelligence (AI) dengan tetap berpedoman kepada kaidah jurnalistik, hingga mengakomodir data journalism dan citizen journalism. Tak kalah penting, katanya, organisasi pers harus membuka diri untuk kolaborasi dan kemitraan melalui inovasi yang kuat.

Dengan itu, menurut Januar, di era gempuran homeless media saat ini, media massa arus utama dapat tetap menjadi rujukan pertama masyarakat. Namun, pesannya, hal itu harus dibarengi dengan nilai tambah dalam produk jurnalistik dan tanggung jawab pada setiap kerja yang dihasilkan.

Pemaparan Januar kemudian mengundang pertanyaan dari peserta conference. Bagus yang hadir mewakili Dexa Group, menyoroti soal bagaimana praktisi PR dapat memanfaatkan informasi dari media massa, ketika informasi yang disebar sejumlah media relatif sama.

Dalam konteks ini, Januar menjawab, praktisi PR dapat menjadikan media sosial sebagai rujukan awal ketika menghimpun informasi. Namun, dalam upaya memastikan kedalamannya, praktisi PR perlu mengakses media massa konvensional. Selain itu, tandasnya, praktisi PR juga dapat berkolaborasi dengan media massa konvensional yang sudah terverifikasi Dewan Pers. (eda)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI