Influencer internal ternyata memiliki tingkat efektivitas memengaruhi audiens delapan kali lipat lebih tinggi ketimbang influencer eksternal.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di hari jadinya yang ke-13, NoLimit mengundang rekan-rekan media untuk berdiskusi dengan tema “bertajuk Evolusi dalam Pemasaran Digital: Penguatan Merek dan Reputasi Bisnis Melalui Influencer Internal” di Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Dalam diskusi yang menghadirkan tiga pembicara ini, CEO NoLimit Aqsath Rasyid Naradhipa mengungkapkan hasil riset mereka tentang dampak influencer bagi organisasi. Hasilnya, influencer dari kalangan internal perusahaan memiliki tingkat efektivitas delapan kali lipat lebih tinggi ketimbang influencer dari kalangan eksternal. Alasannya, kalangan internal dinilai lebih mengetahui proses bisnis dan mampu memberikan jawaban yang valid.
Pernyataan Aqsath diamini oleh Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Institusi yang dipimpin oleh Suryo Utomo selaku Dirjen Pajak ini membuat program Employee Advokasi. Mereka adalah garda terdepan dalam menyebarkan berbagai informasi mengenai DJP kepada publik. “Pemilihan influencer internal merupakan salah satu langkah strategis organisasi,” kata peraih gelar master ekonomi dari Yokohama National University, Jepang.
Pegawai diseleksi berdasarkan bakat dan passion atau minatnya. Salah satu cara untuk menyeleksinya adalah dengan mengadakan lomba atau kompetisi di kalangan internal seperti menulis, fotografi, hingga membuat/memproduksi video. Setelah itu, pegawai yang terpilih ini mendapat pembekalan berupa pelatihan.
“Setiap tahun, kami berinvestasi untuk mencari dan membina bibit-bibit konten kreator, videografer, dan fotografer di kalangan internal," ujar Dwi. Mereka yang produktif mensyiarkan informasi mengenai DJP mendapat apresiasi dari Kementerian Keuangan.
Hingga saat ini, kata Dwi, peran influencer dari kalangan internal memiliki dampak luar biasa bagi organisasi. “Influencer internal dapat memperkuat kepercayaan masyarakat, dalam hal ini Wajib Pajak. Mereka juga merupakan pendukung utama dalam membangun citra organisasi,” katanya.
Selain mengandalkan “tangan-tangan” dari kalangan internal, DJP juga merangkul pihak eksternal. Khususnya, dari kalangan mahasiswa. Kepada mereka, DJP membuat program Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani).
Melalui kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, DJP menyebarkan pengetahuan tentang pentingnya pajak, lalu melibatkan para mahasiswa dari perguruan tinggi tersebut untuk menjadi influencer dan berperan dalam menyebarkan kampanye DJP. Salah satunya, tentang tata cara pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak pada bulan Maret-April.
“Poin Reward”
Serupa dengan DJP, Adira Finance pun membentuk influencer internal dengan nama Garda Adira (Gardira). Hingga saat ini ada 40 karyawan yang tersebar dari 400 cabang yang terpilih sebagai Gardira. Sama seperti DJP, Nur Sofiyana Sanumi, Head of Public Relations Adira Finance, mengatakan, karyawan yang terpilih kemudian diberikan pelatihan tentang cara pemanfaatan media sosial hingga mengembangkan personal branding, termasuk rencana-rencana kampanye perusahaan.
Untuk memotivasi para Gardira, korporasi yang bergerak di bidang penyediaan pembiayaan konsumen ini memberikan apresiasi berupa poin reward yang bisa ditukarkan dengan uang hingga trip ke luar atau dalam negeri. Sehingga, kata Sofi, sapaan karib Sofiyana, dapat memberikan rasa bangga dan meningkatkan loyalitas karyawan.
Sementara Karina Kusumawardani, pembina Government Social Media Summit (GSMS), menekankan pentingnya institusi yang sudah memiliki influencer internal untuk aktif memberikan pengayaan mengenai kebijakan, produk, hingga aktivitas yang sedang dilakukan oleh organisasinya. Mereka juga harus menyusun jadwal agenda kampanye yang tidak mengganggu aktivitas atau pekerjaan utama para influencer internal. (jar/rtn)