Kedaruratan kesehatan mengenai Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merancang komunikasi krisis selama periode Oktober - November 2022.
BALI, PRINDONESIA.CO - Pertengahan Oktober 2022, masyarakat dibuat cemas dengan adanya laporan 189 kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak usia 1 - 5 tahun. Menurut Ketua Tim Kerja Informasi, Pengaduan, dan Penguatan Layanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prawito saat mengisi sesi workshop "Emerging from Emergencies", dalam rangkaian PR INDONESIA Awards (PRIA) di Bali, Kamis (16/3/2023), kasus yang kemudian dikenal dengan Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak ini mulai melonjak sejak Agustus 2022 dan terjadi di 22 provinsi di Indonesia. Mayoritas pasien sudah berada di stadium lanjut. Bahkan, penyakit ini memiliki tingkat kematian tinggi hingga mencapai 51%.
Minimnya edukasi masyarakat, ditambah kasus ini merupakan hal baru, membuat hoaks tak dapat terelakkan. Kemenkes segera melakukan analisis situasi dengan melakukan media monitoring. Mereka juga menganalisis berbagai berita negatif dan hoaks yang berkembang di masyarakat.
Kedaruratan kesehatan ini mendorong Kemenkes, khususnya Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, untuk merancang komunikasi krisis selama periode Oktober-November 2022. Prawito mengatakan, ada empat tujuan komunikasi yang disampaikan Kemenkes kepada publik.
Pertama, menyampaikan informasi terkini mengenai perkembangan kasus GGAPA secara cepat dan tepat. Langkah ini sebagai bentuk transparansi dan pemenuhan hak informasi publik. Kedua, menyampaikan kebijakan dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani penyebaran GGAPA sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab pemerintah. Ketiga, membangun pemahaman publik untuk mengenali, mencegah, dan menangani GGAPA. Keempat, menggalang keterlibatan pemangku kepentingan dalam penanganan kasus GGAPA.
Dua Narasi
Sementara dua narasi utamanya adalah pemerintah telah melakukan upaya penanganan secara serius dan komprehensif untuk mengatasi kasus GGAPA. Dan, pemerintah mengimbau masyarakat agar tetap tenang serta mengikuti kebijakan juga imbauan kesehatan dari pemerintah.
Untuk menyampaikan narasi ini, Kemenkes menunjuk tiga juru bicara. Mereka adalah Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti Nadia Tarmizi.
Audiens yang menjadi sasaran pada kasus GGAPA ini dibagi menjadi audiens primer dan sekunder. Audiens primer terdiri dari orang tua, anak/pasien, dan anggota keluarga pasien lainnya. Audiens sekunder meliputi tenaga kesehatan dan asosiasi profesi, fasilitas layanan kesehatan, dan stakeholder seperti tokoh, guru, influencer, pakar, kementerian lembaga, dan perusahaan obat.
Untuk audiens primer, Kemenkes menyampaikan pesan edukasi kesehatan melalui berbagai media massa dan media sosial. Sedangkan kepada audiens sekunder, Kemenkes menyampaikan pesan kebijakan, upaya dan layanan melalui berbagai media off-line. Hasilnya, selama periode Oktober - November 2022, pemberitaan mengenai GGAPA mencapai 6.870 berita.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan di benak Sari, peserta workshop dari Astra Life. Khususnya, terkait cara Kemenkes melakukan kontrol terhadap peredaran obat di apotek, klinik, hingga on-line. Serta, cara mereka menghadapi hoaks. Merespons pertanyaan itu, Parwito mengatakan, pengawasan obat ada di bawah tanggung jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara untuk memberantas hoaks, Kemenkes senantiasa mengajak publik untuk membaca informasi yang bersumber dari akun bercentang biru (verified). (rvh)