Disrupsi digital memberikan dampak positif karena membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi dan alternatif pemberitaan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di hadapan peserta sesi konferensi bertajuk “Transformasi Komunikasi Digital bagi Peradaban Bangsa” di Bali, Rabu (16/3/2023), Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu memutar kembali memorinya saat dirsupsi digital mulai ramai diperbincangkan pada tahun 2019. Kala itu, banyak orang yang memprediksi disrupsi digital bakal terjadi pada 2025.
Dilansir dari ui.ac.id yang ditayangkan pada 19 April 2022, disrupsi digital adalah perubahan secara fundamental dan inovasi yang terjadi karena kehadiran teknologi. Kenyataannya, disrupsi hadir lebih cepat. Sekarang, hampir semua aktivitas manusia tidak bisa terpisahkan dari teknologi digital.
Di acara yang merupakan bagian dari rangkaian puncak The 8th PR INDONESIA Awards (PRIA), anggota Ombudsman periode 2016 - 2021 itu tak memungkiri, salah satu dampak transformasi digital yang paling nyata adalah terkikisnya media konvensional seperti suratkabar, majalah, dan tabloid.
Merujuk dari data Dewan Pers tahun 2021, ada 593 media konvensional dalam bentuk cetak di tanah air. Jumlah ini menurun drastis menjadi tersisa 399 media pada 2022. Data tersebut berbanding terbalik dengan pertumbuhan media siber. Data Dewan Pers mencatat adanya kenaikan 94,5 persen atau setara dengan 3.335 media siber di Indonesia.
Dampak disrupsi digital di media juga mengubah cara media bekerja, berproduksi, distribusi, dan mengelola iklan. “Semenjak ada transformasi digital, kita jadi mengenal banyak istilah baru,” kata Ninik. Sebut saja, iklan , algoritma, klikbait, dan masih banyak lagi. Kondisi ini menuntut para pelaku media untuk segera beradaptasi dan belajar dari media-media yang berguguran.
Banyak pihak menilai menjamurnya media siber, tidak diikuti dengan jurnalisme yang berkualitas, seperti yang dirasakan oleh Disra Alldrick, peserta Konferensi dari APRIL Group. Menurut Ninik, Dewan Pers turut berperan aktif dalam pendataan, pemberdayaan, bahkan pendampingan kepada media, termasuk media siber, untuk mendorong peningkatan kualitas jurnalisme.
Dampak Positif
Ninik berpendapat, disrupsi digital sebenarnya membawa dampak positif bagi masyarakat. Contoh, perkembangan media siber membuat masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan memperoleh alternatif pemberitaan. Disrupsi digital juga mendorong praktisi PR, sebagai mitra strategis media, untuk senantiasa memberikan informasi yang bernilai dan dapat dipertanggungjawabkan guna mendukung terwujudnya jurnalisme berkualitas.
Tak lupa, Ninik yang tercatat sebagai Komisioner Komnas Perempuan selama dua periode dari 2006 - 2009 dan 2010 - 2014 tersebut, berpesan kepada seluruh peserta yang hadir siang hari itu agar bijak dalam memilah informasi. Sebab, saat ini tidak semua media menyampaikan berita berupa informasi. Ada juga yang memanfaatkan media sebagai kendaraan untuk kegiatan politik dan lain sebagainya.
Ninik juga mengajak peserta, yang sebagian besar adalah praktisi PR, untuk bersama-sama Dewan Pers, proaktif dalam mengawal pemberitaan yang mencerdaskan. Apalagi menjelang Pemilu 2024. “Tantangan selama tahun politik ini akan ada banyak informasi tidak akurat, hoaks, dan klikbait,” kata aktivis perempuan kelahiran Lamongan, Jawa Timur itu. (jar)