“Siapa yang mendidik satu laki-laki berarti mendidik satu manusia. Sedangkan siapa yang mendidik satu perempuan berarti sedang mendidik satu generasi.” – Bung Hatta, Wakil Presiden Pertama RI.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di awal tahun 1980-an, informasi mengenai profesi humas atau public relations (PR) masih minim. Pun demikian dengan pendidikan Ilmu Komunikasi atau PR. Kala itu, Jurusan Ilmu Komunikasi identik dengan jurusan yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik atau publisistik.
Apalagi jika disinggung mengenai industri agensi PR. Hal inilah yang membuat Maria Wongsonagoro langsung menolak permintaan investor asing untuk mendirikan agensi PR di Indonesia. Pertama, ia tidak memiliki latar belakang ilmu di bidang PR. Kedua, ia tidak tahu profesi PR. “Apa itu PR?” kata perempuan yang sebelumnya berkarier sebagai wartawan televisi untuk program English News Service di TVRI ini seraya bertanya.
Tapi, lama-kelamaan permintaan untuk mendirikan agensi PR makin banyak. Hingga akhirnya, meski tidak berbekal ilmu PR, Maria memberanikan diri untuk membangun agensi PR yang kemudian diberi nama IPM PR. Keberanian itu muncul karena keyakinan yang diberikan oleh para investor asing yang bersedia membantunya dengan menyediakan buku panduan PR, termasuk mengenai crisis management system. Mereka juga berjanji mengirimkan Maria untuk mengikuti berbagai training PR di luar negeri.
Pun demikian dengan Magdalena Wenas, pendiri M-PR Consultant yang kini merupakan Direktur LSP Manajemen Komunikasi. Awalnya, Magda, begitu ia karib disapa, merupakan sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Untuk dapat memperdalam Ilmu Komunikasi, ia menempuh pendidikan hingga meraih gelar Master Komunikasi di Erasmus University Rotterdam, Belanda.