Citra public relations (PR) adalah perempuan dan berpenampilan menarik, ternyata tak hanya terjadi di tanah air, tapi juga di negara adidaya seperti Amerika Serikat.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Peringatan Hari Kartini setiap tanggal 21 April selalu menjadi momentum kebangkitan kaum perempuan dalam mewujudkan kesetaraan haknya, terutama untuk urusan pekerjaan. Berkaitan dengan pekerjaan, ada satu profesi yang awalnya identik dengan perempuan, yakni public relations (PR).
Citra perempuan dan PR memang tidak bisa dipisahkan sejak lama. Bahkan, di luar negeri sekali pun. Fakta ini pernah diungkap dalam penelitian Novita Damayanti dan Dio Herman Saputro berjudul Profesi Public Relations di Indonesia Dalam Kajian Gender (2017). Dalam jurnal tersebut diketahui PR mendapat label sebagai profesi yang erat kaitannya dengan gender dan dinilai feminin di Amerika Serikat. Bahkan, 70% praktisi PR yang terdaftar di Public Relations Society of America (PRSA) adalah perempuan.
Survei serupa yang dilakukan oleh Public Relations and Communications Association (PRCA) di Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan hasil serupa. Tercatat 64% praktisi PR di Indonesia masih didominasi perempuan, sementara 36% di antaranya laki-laki.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi citra PR identik dengan perempuan. Salah satunya adalah stereotipe tentang perempuan yang erat kaitannya dengan kecantikan dan penampilan fisik yang rupawan. Rahayu Puspasari, perempuan yang menjadi Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selama kurun waktu 2020 – 2023, menilai stereotipe PR adalah perempuan dan harus cantik itu sebenarnya sudah terbangun sejak lama.