Bentuk-bentuk Praktik Pancasila dalam Tindakan
PRINDONESIA.CO | Jumat, 02/06/2023 | 1.177
Bentuk-bentuk Praktik Pancasila dalam Tindakan
Diskusi bertema "Merawat Toleransi: Bicara Equity, Diversity & Inclusion di Hari Lahir Pancasila" di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Dok. Unilever

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Berangkat dari keprihatinan yang terjadi di tanah air, Unilever dan SETARA Institute memanfaatkan momentum Hari Lahir Pancasila untuk mengajak generasi muda untuk mengimplementasikan Pancasila dalam tindakan. Melalui diskusi terbuka yang mengangkat tema "Merawat Toleransi: Bicara Equity, Diversity & Inclusion di Hari Lahir Pancasila" dilaksanakan secara hibrida di Jakarta, Rabu (31/5/2023) tersebut, mereka berharap dapat memotivasi para pemuda agar lebih toleran.  

Di hadapan lebih dari 700 peserta dari kalangan milenial dan Gen Z, Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute menyampaikan sejumlah fakta yang menunjukkan realitas di Indonesia saat ini. Data dari Global Gender Gap Report 2022 oleh World Economic Forum (WEF) menempatkan Indonesia di peringkat 7 dari 11 negara ASEAN dalam hal indeks kesenjangan gender. Selain itu, menurut data Komnas Perempuan, terdapat 4.371 pengaduan sepanjang tahun 2022. Tercatat 79% di antaranya adalah pengaduan untuk kasus kekerasan berbasis gender.

Sementara berdasarkan Laporan Kemitraan Australia-Indonesia (AIPJ), Indonesia mengalami persoalan serius berkaitan dengan kuatnya stigma seputar penyandang disabilitas, pendekatan berbasis karitas dan medis terhadap mereka, serta tidak adanya data yang akurat dan komprehensif tentang penyandang disabilitas di Indonesia. Hal ini menjadi hambatan besar karena menghalangi dilakukannya advokasi berbasis bukti, kajian kebutuhan, formulasi kebijakan, pemantauan kemajuan, dan evaluasi secara tepat

Dalam catatan SETARA Institute, terdapat 175 peristiwa dengan 333 tindakan pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia sepanjang tahun 2022. Angka ini meningkat dibandingkan dengan temuan tahun lalu. Menurut Halili, permasalahan ini adalah tanggung jawab seluruh warga negara Indonesia dan harus diselesaikan bersama-sama.

Peran Bersama
Pernyataan Halili diamini oleh Kristy Nelwan, Head of Communication sekaligus Chair of Equity, Diversity & Inclusion (ED&I) Board Unilever Indonesia.  Menurutnya, setiap kita memiliki perannya masing-masing untuk mengembalikan nilai-nilai Pancasila.

Ia mengatakan, perusahaan yang sudah beroperasi selama 90 tahun di tanah air ini berkomitmen untuk selalu menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menghormati keragaman yang ada di Indonesia. Hal ini tercermin dari tiga fokus komitmen ED&I Unilever Indonesia atau lebih dikenal dengan akronim DEI. Antara lain, keadilan gender, keadilan untuk penyandang disabilitas, serta penghapusan diskriminasi dan stigma.  

Untuk mewujudkan keadilan gender, misalnya, Unilever menerapkan kebijakan untuk memberikan kesempatan yang sama, perlakuan adil, dan dukungan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan unik yang dimiliki oleh setiap perempuan dalam menunjukkan potensi dan kiprahnya di perusahaan. Bahkan, saat ini Presiden Direktur Unilever Indonesia, Ira Noviarti, adalah seorang perempuan.

Unilever juga menciptakan lingkungan kerja yang ramah disabilitas dan membuka peluang yang adil bagi mereka untuk bergabung dan membangun Unilever. Perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, pemasaran dan distribusi barang konsumsi ini juga aktif mempromosikan rasa saling percaya, menghormati, memberikan kesempatan yang adil bagi semua orang dengan melawan diskriminasi dan stigma. Ketiga fokus komitmen DEI ini juga tercermin dalam produk, inovasi, iklan, dan kampanye Unilever.  

Peran dan tanggung jawab mengembalikan nilai-nilai Pancasila ini turut diambil oleh pemuda bernama Tito Tri Kadafi, Co-founder & Director Bastra IDE, Pemenang program  “Every U Does Good Heroes” yang diinisiasi oleh Unilever tersebut melakukan gerakan yang bertujuan untuk membuat lebih banyak generasi muda yang mampu bernegosiasi dan berargumentasi secara asertif untuk mewujudkan Indonesia yang lebih toleran terhadap keberagaman. Antara lain, dengan menggagas program Kartu Berembug dan membuka kelas Remaja Belajar Menulis Konten.

Kartu Berembug adalah media permainan kartu yang mengajarkan negosiasi dan argumentasi lisan pada siswa SMP dan SMA. Sementara kelas Remaja Belajar Menulis Konten merupakan program inkubasi penulisan esai untuk mengasah kemampuan peserta dalam berargumentasi dan bernegosiasi secara tertulis. “Hari Lahir Pancasila ini menjadi momentum refleksi sebagai generasi muda untuk menyelesaikan problematika kehidupan yang terjadi di lingkungan sekitar kita yang tidak bisa diselesaikan, tapi bisa kita terus upayakan,” kata Tito seraya mengutip pernyataan mentornya. (rtn)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI