Deputi Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Oni P. Marbun membagikan tips agar komunikasi dapat berjalan optimal. Apa saja?
BALI, PRINDONESIA.CO – Bagi Deputi Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Oni P. Marbun, integrasi antara kanal dengan konten sangat penting dalam kegiatan komunikasi.
Pernyataan ini ia sampaikan saat menjadi pembicara sesi konferensi PR INDONESIA Awards (PRIA) 2023 dengan tema Transformasi Komunikasi Digital untuk Peradaban Bangsa di Bali, Rabu (15/3/2023). Berikut strateginya.
Merancang “Grand Design” Komunikasi
Kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan tercatat sudah mencapai 36 juta. Namun, potensinya masih perlu ditingkatkan hingga 90 juta. Potensi ini dapat diperoleh dari pekerja informal yang tidak memiliki upah reguler. Para pekerja ini juga menjadi fokus utama BPJS Ketenagakerjaan. Nah, dalam berkomunikasi dengan kelompok pekerja informal, BPJS Ketenagakerjaan harus menggunakan pendekatan berbeda dengan kelompok pekerja formal.
Oni merekomendasikan beberapa langkah. Langkah pertama, mendapatkan pandangan dari media dan kelompok pekerja informal. Langkah kedua, berkomunikasi dengan media, peserta, dan calon peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Untuk itu, tim komunikasi BPJS Ketenagakerjaan memiliki kerangka (framework) komunikasi yang berbeda-beda untuk setiap stakeholder. “Tiap stakeholder harus didekati dengan cara yang berbeda, namun tetap harus memiliki benang merah yang sama,” kata Oni.
Mengoptimalisasikan Kampanye
Langkah selanjutnya adalah mengoptimalisasikan kampanye. Salah satu kampanye BPJS Ketenagakerjaan bertajuk “Kerja Keras Bebas Cemas” dikomunikasikan melalui komunikasi terintegrasi (integrated communications). Kampanye yang dilaksanakan selama periode November – Desember 2022 berhasil menjangkau 86% total audiens dan memperoleh 95 juta eksposur.
Keberhasilan kampanye ini tak lepas dari perpaduan 5 K yang terdiri dari kanal, konten, kejelasan, konteks, dan konsistensi. Pertama, kanal. Maknanya, memilih dan memperluas penggunaan media yang tepat di masing-masing wilayah. Kedua, konten yang mampu membawa isi pesan yang akan disampaikan, mudah dimengerti, sederhana, dan menarik. Ketiga, kejelasan. Maksudnya, kampanye mengandung kejelasan tujuan yang akan dicapai dan kejelasan informasi. Keempat, konteks berarti memperhatikan situasi dan kondisi komunikasi dan target audiens. Terakhir, konsistensi atau menyampaikan pesan kampanye secara terus menerus agar optimal, tertanam, dan dapat memengaruhi perilaku audiens.
Mengelola Konten dan Kanal Digital
Seiring perkembangan zaman, konten komunikasi juga harus kompatibel dengan kanal digital. Dalam mempersiapkan konten digital, praktisi PR harus cermat menyelaraskan konteks brand, program PR, dan segmentasi. Misalnya, kata Oni, ketika mengampanyekan Kerja Keras Bebas Cemas, menggunakan kearifan lokal untuk mengomunikasikannya sesuai audiens di wilayah tertentu.
Untuk kanal digital, BPJS Ketenagakerjaan bekerja sama dengan beberapa portal media on-line, melakukan publikasi di media sosial resmi, menggunakan search engine optimization (SEO), dan aplikasi Jamsostek Mobile (JMO).
Oni melanjutkan, meskipun masyarakat umumnya menggandrungi kanal digital, kanal konvensional tidak boleh ditinggalkan. “Kami masih melakukan publikasi di TV, radio, billboard, dan videotron,” ungkapnya. BPJS Ketenagakerjaan juga melakukan kerja sama dengan lembaga dan komunitas kesenian daerah.
Bekerja sama dengan “Key Opinion Leaders” (KOL)
Untuk membuat konten yang mengingat dan mengundang sentimen positif, BPJS Ketenagakerjaan bekerja sama dengan KOL. Dengan cara seperti ini, masyarakat tidak hanya mendengar aspirasi organisasi saja, namun juga aspirasi dari beberapa influencer. “KOL berperan sebagai corong komunikasi perusahaan kepada audiens,” pungkasnya. (rvh)