Saat krisis, ketika public relations (PR) lambat memberikan informasi kepada awak media, memungkinkan opini liar makin berkembang. Akhirnya, berdampak terhadap citra dan reputasi perusahaan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Tidak ada satu pun organisasi yang ingin mengalami krisis. Tapi, ketika krisis tak terelakkan, jangan malah menghindar apalagi dari para pewarta. Namun, inilah yang menurut Arif Suditomo, Chief Business Development Officer Media Group Network, yang sering ditemui di lapangan.
Kepada para peserta yang hadir di acara Kopi Darat PR Rembuk, “The Role of Public Relations in Building Reputation and Issues Management”, Kamis (10/3/2023), Arif mengatakan, banyak praktisi public relations (PR) yang justru lambat dalam memberikan pernyataan dan menyampaikan informasi kepada publik, khususnya media massa, ketika organisasinya sedang dihantam krisis. Ia menyebutnya dengan istilah, “Maximum politeness and minimun information (kesantunan maksimum, informasi minimum).”
Arif mengambil contoh, perbandingan penanganan krisis pesawat jatuh tahun ’90-an yang dilakukan oleh PR maskapai penerbangan antara Indonesia dengan Singapura. Sikap PR perusahaan maskapai Indonesia dinilai lambat dalam memberikan informasi kepada awak media. Alhasil, banyak opini liar yang berkembang yang membuat citra dan reputasi perusahaan hancur dalam sekejap.
Berbeda dengan PR dari maskapai Singapura yang tanggap pada saat berhadapan dengan krisis. Mereka segera membuat pusat krisis (crisis center) di bandara dan menyediakan berbagai tempat untuk memberikan informasi.
Interaktif
Untuk itu, Arif mengimbau agar PR bersikap proaktif, terutama kepada para pewarta. Adapun hal dasar yang perlu dilakukan oleh PR ketika krisis di antaranya memperbaharui informasi secara berkala di website dan media sosial perusahaan. Rutin memberikan siaran pers berupa infografis, foto, sampai video. Serta, menggunakan bantuan jurnalis, key opinion leader (KOL), dan influencer untuk membantu dalam menyebarkan informasi.
Ketika krisis, jangan terpaku pada media tertentu. Sebaliknya, PR harus memanfatakan berbagai macam platform media sosial untuk meningkatkan brand awareness. Jangan lupa, PR harus melakukan analisis media untuk mencegah krisis makin meluas. Dan, terakhir, mengadakan acara workshop untuk memberikan informasi mengenai perusahaan/instansi.
Hubungan praktisi PR dengan media massa, menurut ilmu PR, disebut sebagai media relations. Mengutip dari binus.ac.id, media relations adalah aktivitas yang dilakukan oleh PR yang berhubungan dengan media massa dalam hal publikasi perusahaan/instansi. Adapun tujuan adalah untuk meningkatkan reputasi, selain membangun kepercayaan publik. (jar)