Sebelum merespons krisis, ada hal yang mesti dilakukan public relations (PR). Apa itu?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Kecepatan public relations (PR) dalam menanggapi situasi krisis sangat penting untuk meminimalisasi dampak negatif dan menyelesaikan permasalahan. Menurut Rosady Ruslan dalam bukunya Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra (1999), krisis dapat mengakibatkan kerusakan jangka panjang pada citra perusahaan. Salah satunya, kehilangan trust dari publik maupun konsumen.
Masih dari bukunya, Rosady setidaknya merangkum enam dampak risiko yang akan ditimbulkan pada saat perusahaan mengalami krisis. Antara lain, meningkatnya intensitas masalah, menjadi sorotan publik, mengganggu kelancaran aktivitas bisnis, merusak sistem, etos kerja, dan sendi-sendi organisasi, membuat masyarakat panik, dan mengundang campur tangan pemerintah.
Adalah tugas PR untuk mengisolasi krisis baik dari sisi dampak sampai isu agar tidak semakin bertambah. “Saat krisis, kita tidak melihat pada skala, tapi dampak,” kata Firsan Nova, Managing Director Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication saat menjadi pembicara di kelas Corporate PR di acara Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #5 di Bali, Rabu (30/10/2019), seperti yang dikutip dari www.prindonesia.co. “Semakin serius potensinya, maka semakin besar krisis yang bakal kita hadapi,” imbuhnya.
Menurut Dan Pyle Millar, Robert L. Heath dalam bukunya yang berjudul Responding to Crisis: A Rhetorical Approach to Crisis Communication (2003), ketika krisis mulai meningkat, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah komunikasi. Komunikasi krisis tersebut, menurut Coombs dan Holladay dalam bukunya The Hand Book of Crisis Communication. Blackwell Publishing (2010), didefinisikan sebagai pengumpulan, pemrosesan, dan penyebaran informasi yang diperlukan untuk mengatasi situasi krisis. Langkah itu dilakukan agar PR dapat merespons krisis dengan benar dan tepat.
Namun, sebelum menanggapi krisis, Paul Quigley, co-founder dan CEO NewsWhip, platform media monitoring dari Irlandia, seperti yang dikutip dari PR Daily, menekankan pentingnya PR untuk dapat memastikan mampu menjawab pertanyaan di bawah ini. Antara lain:
1. Apa yang diketahui?
Pertanyaan ini berkaitan dengan cara praktisi PR memahami dan menguasai situasi krisis.
2. Apa yang tidak diketahui?
Selanjutnya, pertanyaan ini akan menjadi pedoman bagi praktisi PR untuk mencari tahu kepingan yang hilang yang tidak diketahui hingga menyebabkan terjadinya krisis.
3. Apa yang perlu diketahui?
Pertanyaan terakhir ini merupakan rencana komunikasi bagi praktisi PR untuk memantau tanggapan dan reaksi dari publik atas apa yang disampaikan.
Kendati demikian, menurut founder KayuApi Digital Reputation Arya Gumilar, dalam diskusi PR Rembuk bertajuk “Penanganan Krisis di Media Sosial” di Jakarta, Jumat (8/11/2019), seperti yang dikutip dari www.prindonesia.co, menekankan pentingnya PR mengakui kesalahan dan menunjukkan penyesalan apabila krisis disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan. “Kalau memang salah, akui kesalahan dan perbaiki,” tutupnya. (mfp/rtn)