Tahun 2023, disebut-sebut bakal menjadi tahun yang menantang. Kondisi ini menuntut praktisi public relations (PR) seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, lebih mempersiapkan diri. Strategi saja yang harus dipersiapkan dan isu yang mesti diantisipasi oleh PR?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Jika Lembaga Penjamin Masyarakat (LPS) fokus mewujudkan harmonisasi dalam berkomunikasi. Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan lebih memperbanyak taktik komunikasi di ruang-ruang digital di sepanjang tahun 2023. Maka, lain halnya dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga Public Affairs Forum Indonesia (PAFI), maupun sorotan khusus dari kalangan media yang diwakili oleh Solopos Media Group.
Mereka berkumpul secara virtual di acara Corporate Communications Talk 2023, Kamis (20/1/2023). Tak lain, untuk memaparkan sejumlah jurus strategi komunikasi yang harus dipersiapkan selama mengarungi tahun 2023.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Junanto Herdiawan menyorot tentang hoaks dan post-truth yang diprediksi kian marak di tahun ini. Sehingga, dalam melakukan orkestrasi kebijakan dalam situasi tersebut, pihaknya menekankan tiga hal. Yakni, dengan melakukan strategi yang terencana, terkalibrasi, dan terkomunikasi dengan baik (well planned, well calibrated, well communcated).
Pernyataan ini diamini oleh CEO Solopos Media Group Arief Budisusilo. Untuk menyikapi kondisi yang menantang di tahun 2023, ia menekankan pentingnya humas merekayasa konten (content engineering). Konten tersebut harus memuat informasi yang mengandung unsur jelas (clear), kontekstual, dan relevan. “Humas harus mampu membuat narasi yang positif, relevan dan memberikan benefit kepada audiens di tengah banyaknya konten yang menyebar bahaya (danger) dan ancaman (threat),” ujarnya.
Mendengar dan Berempati
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari, di situasi seperti ini humas juga harus mengedepankan komunikasi penuh empati. “Humas harus memiliki hati yang luas untuk mendengarkan keluhan publik. Karena dari mereka, kita bisa mendapatkan timbal balik,” ujarnya.
Puspa, begitu ia karib disapa, menambahkan, “Di samping itu, humas harus aktif hadir di ruang publik. Sebab, di sanalah wadah bagi kita untuk dapat memberikan penjelasan untuk menciptakan pemahaman,” imbuhnya.
Lain halnya dengan Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) Agung Laksamana. Ia justru melihat tantangan di tahun ini dari sisi yang berbeda. Ibarat ungkapan populer dari Tiongkok, “Wei Ji”, yang berasal dari kata “Wei” (bahaya) dan “Ji” (peluang).
Di dalamnya mengandung makna bahwa dalam setiap krisis selalu tersimpan peluang. “Roda perekonomian akan terus bergerak. Industri humas diyakini akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Namun, keyakinan ini harus diikuti dengan kemampuan PR untuk menjadi fungsi manajemen dan mitra yang strategis untuk organisasi. Oleh karenanya, PR harus paham substansi dan inti bisnis perusahaan. Serta, menguasai tiga skill yang dibutuhkan saat ini meliputi adapt, adept, adopt. (rtn)