Ada banyak hal yang harus menjadi perhatian public relations (PR) dalam menetapkan strategi komunikasi. Mulai dari melihat isu dari kaca mata audiens, menganalisis hal yang mereka butuhkan, lalu memformulasikannya menjadi program komunikasi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sejak pandemi memukul dunia, istilah digital public relations (PR) semakin sering menjadi pembahasan di berbagai forum komunikasi. Seperti salah satu tema yang diangkat dalam International Association of Business Communicators (IABC) Indonesia Conference 2022 di Jakarta, Selasa (16/12/2022).
Tema tersebut disampaikan secara tuntas oleh Bima Marzuki, CEO Media Buffet PR. Ia mengatakan, digital PR merupakan perpaduan dan bagian dari proses integrasi antara PR dengan pemasaran digital (digital marketing) berbasis search engine optimization (SEO).
Lahirnya digital PR menjawab tantangan dan perubahan ekosistem interaksi publik yang berbasis media sosial. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Reuters Institue for the Study of Journalism tahun 2022. Hasilnya, 35% milenial menjadikan media sosial sebagai sumber utama mereka untuk mendapatkan informasi.
Keberadaan digital PR tentu memberikan kebaruan pada pengukuran dan standar program komunikasi. Bima mengatakan, pengukuran pada digital PR tidak hanya sebatas kuantitas konten atau artikel yang dihasilkan. Tetapi, efektivitas komunikasi dilihat dari interaksi audiens dan relevansi program.
Relevansi
Pria peraih gelar master dari Universitas Paramadina tersebut berpendapat relevansi ini dapat diraih dengan pola pikir yang berorientasi pada kebutuhan audiens. Sayangnya, praktisi PR sering kali salah dalam memilih sudut pandang pada saat menyusun strategi komunikasi. Banyak dari program yang dihasilkan bersifat brand sentris dan hanya fokus pada hal yang ingin disampaikan oleh perusahaan. Padahal, mengkaji kebutuhan publik dan hal yang ingin diketahui oleh publik itu penting agar pesan dapat diterima dengan baik.
Ia melanjutkan, kemampuan dalam menempatkan diri pada posisi audiens dapat membantu PR untuk lebih memahami perilaku audiens yang disasar pun sama pentingnya. Apalagi di era digital seperti sekarang, semakin sulit bagi PR untuk memahami hal yang diinginkan oleh audiens. Dengan perputaran informasi yang cepat serta pilihan informasi yang beragam menjadikan audiens semakin sulit untuk menentukan sikap dan pilihannya.
Oleh karena itu, penting bagi PR untuk dapat menjangkau audiens melalui berbagai macam saluran dengan mengkolaborasikan media massa dan media sosial untuk mencapai visibilitas, serta membangun omnichannel. Yakni, salah satu strategi untuk menjangkau dan meningkatkan pengalaman audiens secara bersamaan di berbagai saluran media komunikasi.
Menurut pria yang sebelumnya berkarier sebagai jurnalis televisi itu, kunci untuk menciptakan omnichannels adalah sinkronisasi pesan dan momentum yang tepat. Bima menegaskan, untuk menghadirkan omni experience yang maksimal, bukan terletak pada banyaknya konten yang diterbitkan dalam satu waktu. Lebih dari itu, mampu memanfaatkan momen untuk dapat menerbitkan konten yang mampu meraih atensi audiens. Selain melakukan sinkronisasi pesan yang saling berkesinambungan antarplatform.
Digital PR juga memberikan kontribusi omni experience yang lebih maksimal adalah membuka ruang bagi audiens untuk memberikan umpan balik dan dapat meningkatkan interaksi konten di media sosial. Melalui omnichannel, audiens bisa mendapatkan pengalaman mereka dilibatkan. Pengalaman ini juga memberikan kesempatan bagi audiens untuk memberikan testimoni positif. “Omnichannel memberikan dampak yang lebih besar dan pengaruh yang lebih kuat terhadap reputasi dan citra perusahaan,” katanya.
Melalui strategi digital PR yang tepat, kolaborasi antarmedia yang kuat, serta kemauan untuk mendengarkan dan menganalisis keinginan audiens, mampu menghasilkan omni experience yang berdampak pada peningkatan digital presence, digital awareness, dan digital reputation organisasi atau perusahaan. (zil)