Manajemen krisis menjadi pembahasan hangat pada penjurian ICON PR 2022, Selasa (25/10/2022).
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Krisis dapat terjadi kapan saja. Ada kalanya, krisis tidak dapat dihindari. Meski demikian, bukan berarti krisis tidak dapat dikelola. Inilah yang diyakini oleh para peserta ICON PR INDONESIA 2022, kompetisi bagi para praktisi public relations (PR) muda yang diselenggarakan oleh PR INDONESIA secara hibrida, Selasa (25/10/2022).
Menurut peserta dari Corporate Communication Officer PT Waskita Beton Percast Tbk Elisabeth Destenee, dalam menghadapi krisis, penting bagi praktisi PR untuk menyampaikan narasi positif mengenai perusahaan. Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada konsumen. Ia juga berpendapat, langkah itu merupakan salah satu upaya yang ampuh untuk menyelamatkan kepercayaan konsumen. “Dengan membagikan kisah-kisah yang positif, korporasi dapat menunjukkan komitmen untuk selalu memperbaiki layanan sekaligus langkah konkret dalam mengatasi masalah,” ujar perempuan lulusan Universitas Atma Jaya ini.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Wahyu Purnomo Aji, Assistant Manager II Corporate Communication PT Pegadaian (Persero). Pegadaian menerima banyak reaksi negatif dari publik ketika adanya peraturan pendaftaran emas digital. Di satu sisi, publik merasa belum siap karena informasi yang disampaikan terkesan mendadak. Apalagi pendaftaran emas digital yang harus dilakukan secara luring dianggap menyulitkan oleh sebagian besar masyarakat.
Wahyu mengatakan, langkah pertama yang dilakukan oleh Pegadaian ketika itu adalah segera merespons krisis dengan cara meyakinkan publik yang memiliki aset di Pegadaian. Bahwa krisis yang terjadi tidak akan berdampak kepada aset mereka. Hal ini dilakukan untuk menghindari eskalasi krisis yang lebih besar.
Pendekatan Personal
Sementara peserta ICON yang lain, yakni Syifa Hidayati, External Communications Analyst Yayasan Pendidikan Astra Michael D. Ruslim, menganggap pentingnya mengedepankan pendekatan humanis dalam melakukan komunikasi krisis.
Apalagi cara berkomunikasi dengan stakeholder di daerah rural memiliki metodenya sendiri. Komunikasi langsung justru akan menghasilkan konflik dan akan berujung pada krisis. Sebaliknya, perlu pendekatan yang bertahap dan komunikasi dengan sentuhan personal.
Agustin, Staff of Communication & Information System Department Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), sependapat. Menurutnya, informasi yang dikeluarkan oleh organisasi akan lebih mudah dipahami jika isu yang disampaikan dekat dengan audiens. Dengan hal tersebut, akan lebih mudah bagi PR untuk membangun kepercayaan publik dan stakeholder.
Peserta terakhir pada penjurian ICON PR INDONESIA kali ini, Ganjar Wiajaya, Corporate Communication Officer PT Federal International Finance, mengatakan, krisis tidak selalu hadir karena kesalahan organisasi. Ada kalanya, krisis muncul dari disinformasi media. Oleh karena itu, penting bagi PR untuk mengetahui cara menggunakan hak jawab, dan memberikan tindakan korektif yang tepat.
Tahun ini kompetisi yang merupakan bagian dari rangkaian Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) 2022 diikuti oleh 15 praktisi lintas instansi/korporasi dari kalangan staf/officer. Ajang ini merupakan wujud dari komitmen PR INDONESIA dalam mendorong lahirnya para generasi PR yang kompeten, matang, dan profesional.
Turut menjadi juri kali ini di antaranya Ratna Kartika (Managing Editor PR INDONESIA), Bima Marzuki (founder dan CEO Media Buffet), Rizka Septiana (dosen dan Deputi Head of Media Relations Division Communication Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Jakarta), Yunita Virdianti (ICON PR INDONESIA 2017 dan Kepala Bidang Diseminasi Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Kota Tangerang). (zil)